2014-09-10

Apa itu inklusi fluida?

Dalam geologi, banyak sekali cabang ilmu seperti geokimia dan lainnya. Banyak juga teknik yang digunakan untuk menyelidiki pesan apa yang dibawa oleh fenomena alam, batuan dan lain sebagainya. Pengembangan teknologi ini yang terus diusahakan banyak pihak. Bahkan pemindai 3D untuk batuan pun sudah ada. Apa tujuannya? Mempermudah penyelidikan dan mengefisiensikan lebih lagi untuk proses penambangannya sehingga ekstraksinya tidak ada yang terlewat. 

Salah satu metode penyelidikan geologi yang ada untuk laboratorium adalah inklusi fluida. Sedikit kurang populer di Indonesia karena keterbatasan alat yang tersedia juga, tetapi metode yang sama namanya dengan yang diselidiki ini, sangat bermanfaat. 

Contoh inklusi fluida
Pada umumnya, badan bijih diendapkan pada temperatur dan tekanan yang sangat tinggi dibandingkan keadaan atmosfer. Dalam konsep paragenesa, temperatur dan tekanan pembentukan mineral dapat dijadikan indikator untuk proses pembentukan mineral. Pemahaman tentang ini bergantung pada pengamatan terhadap bijih dan mineral gangue di laboratorium (ore microscopy). Oleh karena itu, banyak metode digunakan untuk mempelajari indikator ini, seperti stable isotop, tetapi inklusi fluida merupakan metode terbaik. Inklusi fluida merupakan fluida pengisi vakuola/lubang yang terperangkap dalam mineral. Fluida yang terperangkap akan menyediakan data mengenai kondisi lingkungan pembentukannya. Studi inklusi fluida memberikan informasi penting bersama – sama dengan observasi petrografi dan analisis mikrotermometri dari inklusi. 

Contoh inklusi fluida
Konsep inklusi fluida pertama kali diperkenalkan pada abad ke-18. Pada tahun 1972, Dolomieu melaporkan tentang inklusi fluida pada kuarsa yang terisi bersama dengan minyak. Pada tahun 1858, Sorby menggunakan inklusi fluida untuk melakukan korelasi geologi. Menurutnya, gelembung dalam inklusi fluida disebabkan oleh adanya perbedaan kontraksi temperatur; pemanasan kembali inklusi akan menyebabkan hilangnya gelembung yang menunjukkan kemungkinan temperatur pembentukan mineral. Pada abad ke-20, Edwin Roedder merupakan peneliti utama yang menjadi acuan peneliti berikutnya untuk inklusi fluida. 

Informasi dari inklusi fluida dapat menyediakan data  berikut :
  1. Temperatur presipitasi mineral. Data temperatur yang diperoleh akan menyediakan informasi mengenai temperatur terendah pada pembentukan mineral. Pada kondisi tertentu, dari inklusi fluida dapat ditentukan temperatur sebenarnya dari pembentukan mineral secara terbatas. 
  2. Tekanan presipitasi mineral. Inklusi fluida dapat menentukan tekanan terendah dari kondisi terperangkap atau tekanan sebenarnya melalui conto tertentu. 
  3. Komposisi dan asal fluida. Dari inklusi fluida, dapat ditentukan salinitas fluida asal presipitasi mineral. Pengukuran terhadap inklusi fluida juga dapat menyediakan informasi tentang identitas dan konsentrasi ion utama dalam larutan, kehadiran material organik, rasio ion utama dan minor, konsentrasi komponen terlarut tertentu, seperti sulfat, identitas dan konsentrasi gas terlarut, dan komposisi isotop fluida.
  4. Peristiwa selanjutnya dari temperatur, tekanan, dan komposisi fluida. Pada conto yang tepat, dapat ditentukan parameter – parameter tersebut dari inklusi fluida yang terperangkap setelah mineral tumbuh (inklusi sekunder).

Referensi:
Mineralogical Society of Canada Short Course, 2003, Vol.32 Fluid inclusions
Goldstein and Reynolds, 2005

Paragenesa itu apa?

Apa itu paragenesa?
Bagi yang berkecimpung dalam bidang penelitian atau pekerjaan bijih, kata - kata ini tidaklah asing. Paragenesa atau paragenesis menjadi bagian wajib untuk diperhatikan dan dipahami. Berikut ini penjelasan sedikit tentangnya yang diambil dari bahan skripsi Stephanie.

Paragenesa berasal dari bahasa Yunani, yaitu paragenesis yang memiliki arti terbentuk bersama. Paragenesa menggambarkan pembentukan beberapa mineral bijih dengan atau tanpa mineral gangue yang terbentuk pada waktu yang sama dan dalam kondisi setimbang. Kronologi pembentukan mineral disebut sebagai paragenetic sequence dan variasi pada distribusi spasial dari paragenesa disebut sebagai zoning. 

Karakter fluida pembawa bijih berubah secara bertahap selama bergerak, perbedaan mineral terbentuk selama terjadi perbedaan channel. Oleh karena itu, pembelajaran tentang studi sayatan poles membantu dalam menyusun tahap pembentukan mineral. Perubahan kecil pun dalam temperatur, tekanan, atau komposisi kimia selama transportasi fluida dapat mengubah arah deposisi dan menyebabkan pembalikan atau pembatalan dalam proses. Hal ini dapat dilihat dalam tekstur mineral. Mikrotekstur dan mikrostruktur biasanya digunakan untuk menentukan urutan pembentukan mineral. Akan tetapi, untuk mengetahui paragenesa dari suatu lokasi penambangan tidak cukup hanya menggunakan beberapa conto saja, tetapi juga membutuhkan conto dari sayatan tipis dan poles yang diambil secara acak di seluruh lokasi deposit. Paragenesa akan menjadi benar jika fluida hidrotermal bergerak perlahan, dipengaruhi oleh temperatur serta tekanan. Solution mixing dan dilusi adalah hal normal pada lingkungan dalam dan dangkal. 

http://smenet.org/opaque-ore/ Polished block, plane polarized light, x 80, air
Sphalerite (grey, top left) forms botryoidal aggregates upon poorly crystalline pyrite (light yellow, top left). Euhedral sphalerite crystals (centre) have a hexagonal-looking morphology suggesting that they were initially wurtzite. Coarse discrete pyrite crystals are unzoned and euhedral (centre), whereas fine crystals within a northeast-oriented vein have lower reflectance cores. Chalcopyrite (yellow, bottom right) is intergrown with pyrite and rimmed by sphalerite. The sphalerite is free of chalcopyrite disease. Quartz is dark grey, black areas are polishing pits.
Identifikasi dan karakteristik tekstur merupakan dua materi utama dari mikroskopi bijih untuk menentukan urutan pembentukan mineral terhadap waktu relatifnya (paragenesa) dan memperkirakan kondisi pembentukan dan penyeimbangannya (reequilibrum). Dalam menentukan paragenesa, sangat diperlukan pemahaman terhadap sayatan poles untuk mengidentifikasi fase, memperkirakan tekstur yang terbentuk, dan merunutkan waktu relatif pembentukannya. Interpretasi paragenesa membutuhkan persiapan conto bijih yang baik dan representatif, aplikasi dari data relevan fase kesetimbangan, dan integrasi dari seluruh data geologi dan mineralogi yang tersedia untuk deposit yang diuji. 

Conto merupakan hal penting dalam studi paragenesa. Orientasi conto merupakan hal yang perlu diperhatikan, terutama untuk bijih yang memiliki bidang planar atau linear (graded bedding, sekumpulan mineral yang paralel terhadap dinding urat, urat yang saling potong memotong atau crosscutting mineralized). Conto polished thin section lebih efektif dalam pemahaman paragenesa karena dapat memberikan gambaran baik mineral bijih, maupun mineral transparan dalam satu conto sekaligus. 

Dalam pengamatan mikroskopi, juga digunakan sifat dan hubungan antar butir mineral dalam menentukan paragenesa. Butir euhedral diterjemahkan terbentuk lebih awal dan pertumbuhannya tidak terganggu. Butir dengan bagian mencembung diterjemahkan terbentuk lebih awal dibandingkan yang mencekung. Akan tetapi, teori ini tidak dapat diterapkan secara umum langsung karena tidak dapat berlaku untuk beberapa hal dalam paragenesa, misal bentuk euhedral dapat juga menjadi indikasi pertumbuhan mineral terjadi dalam sistem open spaced filling pada daerah yang tidak terganggu. 
http://smenet.org/opaque-ore/ Polished block, plane polarized light, x 40, air
Euhedral rhombic arsenopyrite (white, right) has higher reflectance than pyrite (light yellow, bottom left). Sphalerite (light grey) occurs as rare inclusions in arsenopyrite (top right) but mainly as large aggregates (bottom) with abundant crystallographically oriented chalcopyrite inclusions (chalcopyrite disease). Dark grey areas are chlorite-rich gangue.
Pada daerah terganggu, keberadaan mineral euhedral juga menjadi indikasi arah umum pertumbuhan mineral. Akan tetapi, dalam kondisi tertentu seperti dalam reequilibrum metamorfik pada pirotit dalam endapan bijih Fe-Cu-Ni, pelepasan sulfur yang dilakukan mengakibatkan pembentukan kristal euhedral pirit. Dalam kasus ini, butir euhedral terbentuk di akhir. Terkadang, bukti morfologi pada kristal lebih membantu dalam paragenesa. Kondisi interpenetration pada mineral, ketidakadaan jejak kristal pertama, dan daerah penggantian dapat menyebabkan terhambatnya penentuan paragenesa dan mungkin dapat mengindikasikan kristalisasi simultan. Paragenesa sangat berkaitan dengan tekstur dalam identifikasinya.

Notes:
Perhatikan referensinya..