2014-11-12

Tambang dan Kebutuhan Modern

Video di bawah ini menceritakan bagaimana pentingnya tembaga dan proses mendapatkan barang tersebut. Video ini bisa ditonton langsung dari website Bingham Canyon Mine di http://vimeo.com/46389759 atau search websitenya di google.

Bingham Canyon Mine merupakan salah satu tambang tembaga tertua dan terbesar di dunia. Tambang ini sudah dimulai dari awal 1900 dan diperkirakan akan masih terus menambang hingga tahun 2030 setelah ditemukannya sumberdaya baru di bawah tambang yang tengah beroperasi saat ini. Meskipun sempat mengalami longsoran terbesar dalam sejarah tambang pada April 2013, tambang ini telah menyelesaikannya dan kembali menggenjot produksinya. Endapan Bingham merupakan porfiri copper yang berhost di granite. Diameter "mangkok" pit tambang sekitar 4 km dengan kedalaman sekitar 1 km, menjadikannya salah satu bukaan terbesar yang dilakukan manusia. 

Akan tetapi, kondisi seperti ini mau tidak mau  harus dilakukan. Mari kita melihat dari kacamata kebutuhan manusia terhadap sumberdaya untuk menyokong daya hidupnya. 
Mari mengenali tambang dan manfaatnya juga. 
If it is not grown, it is mined. 

2014-09-10

Apa itu inklusi fluida?

Dalam geologi, banyak sekali cabang ilmu seperti geokimia dan lainnya. Banyak juga teknik yang digunakan untuk menyelidiki pesan apa yang dibawa oleh fenomena alam, batuan dan lain sebagainya. Pengembangan teknologi ini yang terus diusahakan banyak pihak. Bahkan pemindai 3D untuk batuan pun sudah ada. Apa tujuannya? Mempermudah penyelidikan dan mengefisiensikan lebih lagi untuk proses penambangannya sehingga ekstraksinya tidak ada yang terlewat. 

Salah satu metode penyelidikan geologi yang ada untuk laboratorium adalah inklusi fluida. Sedikit kurang populer di Indonesia karena keterbatasan alat yang tersedia juga, tetapi metode yang sama namanya dengan yang diselidiki ini, sangat bermanfaat. 

Contoh inklusi fluida
Pada umumnya, badan bijih diendapkan pada temperatur dan tekanan yang sangat tinggi dibandingkan keadaan atmosfer. Dalam konsep paragenesa, temperatur dan tekanan pembentukan mineral dapat dijadikan indikator untuk proses pembentukan mineral. Pemahaman tentang ini bergantung pada pengamatan terhadap bijih dan mineral gangue di laboratorium (ore microscopy). Oleh karena itu, banyak metode digunakan untuk mempelajari indikator ini, seperti stable isotop, tetapi inklusi fluida merupakan metode terbaik. Inklusi fluida merupakan fluida pengisi vakuola/lubang yang terperangkap dalam mineral. Fluida yang terperangkap akan menyediakan data mengenai kondisi lingkungan pembentukannya. Studi inklusi fluida memberikan informasi penting bersama – sama dengan observasi petrografi dan analisis mikrotermometri dari inklusi. 

Contoh inklusi fluida
Konsep inklusi fluida pertama kali diperkenalkan pada abad ke-18. Pada tahun 1972, Dolomieu melaporkan tentang inklusi fluida pada kuarsa yang terisi bersama dengan minyak. Pada tahun 1858, Sorby menggunakan inklusi fluida untuk melakukan korelasi geologi. Menurutnya, gelembung dalam inklusi fluida disebabkan oleh adanya perbedaan kontraksi temperatur; pemanasan kembali inklusi akan menyebabkan hilangnya gelembung yang menunjukkan kemungkinan temperatur pembentukan mineral. Pada abad ke-20, Edwin Roedder merupakan peneliti utama yang menjadi acuan peneliti berikutnya untuk inklusi fluida. 

Informasi dari inklusi fluida dapat menyediakan data  berikut :
  1. Temperatur presipitasi mineral. Data temperatur yang diperoleh akan menyediakan informasi mengenai temperatur terendah pada pembentukan mineral. Pada kondisi tertentu, dari inklusi fluida dapat ditentukan temperatur sebenarnya dari pembentukan mineral secara terbatas. 
  2. Tekanan presipitasi mineral. Inklusi fluida dapat menentukan tekanan terendah dari kondisi terperangkap atau tekanan sebenarnya melalui conto tertentu. 
  3. Komposisi dan asal fluida. Dari inklusi fluida, dapat ditentukan salinitas fluida asal presipitasi mineral. Pengukuran terhadap inklusi fluida juga dapat menyediakan informasi tentang identitas dan konsentrasi ion utama dalam larutan, kehadiran material organik, rasio ion utama dan minor, konsentrasi komponen terlarut tertentu, seperti sulfat, identitas dan konsentrasi gas terlarut, dan komposisi isotop fluida.
  4. Peristiwa selanjutnya dari temperatur, tekanan, dan komposisi fluida. Pada conto yang tepat, dapat ditentukan parameter – parameter tersebut dari inklusi fluida yang terperangkap setelah mineral tumbuh (inklusi sekunder).

Referensi:
Mineralogical Society of Canada Short Course, 2003, Vol.32 Fluid inclusions
Goldstein and Reynolds, 2005

Paragenesa itu apa?

Apa itu paragenesa?
Bagi yang berkecimpung dalam bidang penelitian atau pekerjaan bijih, kata - kata ini tidaklah asing. Paragenesa atau paragenesis menjadi bagian wajib untuk diperhatikan dan dipahami. Berikut ini penjelasan sedikit tentangnya yang diambil dari bahan skripsi Stephanie.

Paragenesa berasal dari bahasa Yunani, yaitu paragenesis yang memiliki arti terbentuk bersama. Paragenesa menggambarkan pembentukan beberapa mineral bijih dengan atau tanpa mineral gangue yang terbentuk pada waktu yang sama dan dalam kondisi setimbang. Kronologi pembentukan mineral disebut sebagai paragenetic sequence dan variasi pada distribusi spasial dari paragenesa disebut sebagai zoning. 

Karakter fluida pembawa bijih berubah secara bertahap selama bergerak, perbedaan mineral terbentuk selama terjadi perbedaan channel. Oleh karena itu, pembelajaran tentang studi sayatan poles membantu dalam menyusun tahap pembentukan mineral. Perubahan kecil pun dalam temperatur, tekanan, atau komposisi kimia selama transportasi fluida dapat mengubah arah deposisi dan menyebabkan pembalikan atau pembatalan dalam proses. Hal ini dapat dilihat dalam tekstur mineral. Mikrotekstur dan mikrostruktur biasanya digunakan untuk menentukan urutan pembentukan mineral. Akan tetapi, untuk mengetahui paragenesa dari suatu lokasi penambangan tidak cukup hanya menggunakan beberapa conto saja, tetapi juga membutuhkan conto dari sayatan tipis dan poles yang diambil secara acak di seluruh lokasi deposit. Paragenesa akan menjadi benar jika fluida hidrotermal bergerak perlahan, dipengaruhi oleh temperatur serta tekanan. Solution mixing dan dilusi adalah hal normal pada lingkungan dalam dan dangkal. 

http://smenet.org/opaque-ore/ Polished block, plane polarized light, x 80, air
Sphalerite (grey, top left) forms botryoidal aggregates upon poorly crystalline pyrite (light yellow, top left). Euhedral sphalerite crystals (centre) have a hexagonal-looking morphology suggesting that they were initially wurtzite. Coarse discrete pyrite crystals are unzoned and euhedral (centre), whereas fine crystals within a northeast-oriented vein have lower reflectance cores. Chalcopyrite (yellow, bottom right) is intergrown with pyrite and rimmed by sphalerite. The sphalerite is free of chalcopyrite disease. Quartz is dark grey, black areas are polishing pits.
Identifikasi dan karakteristik tekstur merupakan dua materi utama dari mikroskopi bijih untuk menentukan urutan pembentukan mineral terhadap waktu relatifnya (paragenesa) dan memperkirakan kondisi pembentukan dan penyeimbangannya (reequilibrum). Dalam menentukan paragenesa, sangat diperlukan pemahaman terhadap sayatan poles untuk mengidentifikasi fase, memperkirakan tekstur yang terbentuk, dan merunutkan waktu relatif pembentukannya. Interpretasi paragenesa membutuhkan persiapan conto bijih yang baik dan representatif, aplikasi dari data relevan fase kesetimbangan, dan integrasi dari seluruh data geologi dan mineralogi yang tersedia untuk deposit yang diuji. 

Conto merupakan hal penting dalam studi paragenesa. Orientasi conto merupakan hal yang perlu diperhatikan, terutama untuk bijih yang memiliki bidang planar atau linear (graded bedding, sekumpulan mineral yang paralel terhadap dinding urat, urat yang saling potong memotong atau crosscutting mineralized). Conto polished thin section lebih efektif dalam pemahaman paragenesa karena dapat memberikan gambaran baik mineral bijih, maupun mineral transparan dalam satu conto sekaligus. 

Dalam pengamatan mikroskopi, juga digunakan sifat dan hubungan antar butir mineral dalam menentukan paragenesa. Butir euhedral diterjemahkan terbentuk lebih awal dan pertumbuhannya tidak terganggu. Butir dengan bagian mencembung diterjemahkan terbentuk lebih awal dibandingkan yang mencekung. Akan tetapi, teori ini tidak dapat diterapkan secara umum langsung karena tidak dapat berlaku untuk beberapa hal dalam paragenesa, misal bentuk euhedral dapat juga menjadi indikasi pertumbuhan mineral terjadi dalam sistem open spaced filling pada daerah yang tidak terganggu. 
http://smenet.org/opaque-ore/ Polished block, plane polarized light, x 40, air
Euhedral rhombic arsenopyrite (white, right) has higher reflectance than pyrite (light yellow, bottom left). Sphalerite (light grey) occurs as rare inclusions in arsenopyrite (top right) but mainly as large aggregates (bottom) with abundant crystallographically oriented chalcopyrite inclusions (chalcopyrite disease). Dark grey areas are chlorite-rich gangue.
Pada daerah terganggu, keberadaan mineral euhedral juga menjadi indikasi arah umum pertumbuhan mineral. Akan tetapi, dalam kondisi tertentu seperti dalam reequilibrum metamorfik pada pirotit dalam endapan bijih Fe-Cu-Ni, pelepasan sulfur yang dilakukan mengakibatkan pembentukan kristal euhedral pirit. Dalam kasus ini, butir euhedral terbentuk di akhir. Terkadang, bukti morfologi pada kristal lebih membantu dalam paragenesa. Kondisi interpenetration pada mineral, ketidakadaan jejak kristal pertama, dan daerah penggantian dapat menyebabkan terhambatnya penentuan paragenesa dan mungkin dapat mengindikasikan kristalisasi simultan. Paragenesa sangat berkaitan dengan tekstur dalam identifikasinya.

Notes:
Perhatikan referensinya..

2014-06-09

Geopolitics (2)

Main energy resources in the world come from oil, natural gas and coal. Those have general characteristics that implied to market and political situation, such as uneven distribution, technology consumption, high capital in high risk industries and fluctuating market situation. World political situation could control much this energy resources supply and demand. The world is still recovering from the effects of the 2008-2009 global recessions. As these effects continue to be felt, many unresolved economic issues add to the uncertainty associated with this year’s long-term assessment of world energy markets. The International Monetary Fund (World Energy Outlook 2008, October 2008, p. 43) defines a global recession to be when the world’s annual gross domestic product (GDP)—on a purchasing power parity basis—increases by less than 3.0 percent. According to Oxford Economics, world GDP grew by 2.7 percent in 2008, 1.1 percent in 2009, and 4.9 percent in 2010. 

Each energy resources have their own use in the public market. Nowadays, oil consumption is still the highest ones . It is relatively cheaper energy for public consumption compared to renewable resources. The demand is also projected to get higher in 2035 (IEA, 2013). Total consumption will move from China to other Asia countries, especially India. This projected follow countries economic growth. The biggest share for oil use is for transportation and electricity. 

The use of natural gas also is projected to be increasing significantly. Investment of natural gas is preferable for countries in which work with carbon efficiency, like Denmark and USA. In addition, it is because of relatively low capital costs and the favorable heat rates for natural gas generation. An outlook for strong growth in reserves and production contributes to the strong competitive position of natural gas among other energy sources. Shale gas revolution in USA also has triggered natural gas investment growth faster than other sources. But it impacts to coal uses in other sectors. 

Shale gas revolution and environment issues are some reasons that make coal become second priority uses in energy market. Most of coal is using in electricity and industry supports, like smelting and refinery. But these are limited to certain calories which implied to supply of the coal. All challenges imply to price decreasing of coal. China and India as major target of coal export also started to produce their coal resources that create higher uncertainties to coal market.  As other primary energy resources, its consumption also follows economic growth in countries. 

Energy resources characteristics and world demand create complex situations for its geopolitics. Relationships among countries are facing conflicts which will be supported by many issues in maldistribution. 
Geopolitics plays many roles in energy market. Maldistribution is the impact of how geopolitics works much among countries relationship. This situation is facing by Russia. As study case, Russia could be one of good example. Natural resources assets become medium to get “power” in countries relationship. Russia currently supply gas to Europe by the North Europe Gas Pipeline (NEGP) that connects Vyborg, Russia, to Greifswald, Germany, and consists of two parallel pipelines, with a total capacity of 55 bcm/year and will be nearly 25% gas import in 2015. Its energy market power allows Russia to consolidate political power internally and makes Russia immune to normal external checks on the exercise of power. Russia has refused to ratify the Energy Charter Treaty, which would guarantee transit rights for energy through Russia regardless of the owner and preclude cutting off energy supplies as a political weapon. Russia uses energy as leverage in its negotiations with what it sees as upstart neighbors (Ukraine, Georgia), and it continues to resist Europe’s entreaties for comparable rights for its investors in Russia. This typical situation is also constructing in mineral resources, like Molybdenum and Copper to Mongolia. Russia got power “naturally” from its resources and plays with it to get stable situation for their power. But shale gas revolution becomes one of problems that will be faced by Russia energy market, as Middle East suffered for its market now. 

PS: You can get some graphs from the references link to see complete information.

References
IEA World Energy Outlook 2013, http://www.worldenergyoutlook.org/
International Energy Outlook 2013, http://www.eia.gov/forecasts/ieo/

Geopolitics (1)

Here is some information about well known word "geopolitics". It is very close to every nations, even to resources students. We know that prices, owning, resources management, etc. are really controlled by geopolitical system in the world. When middle east war started, oil price started to fluctuate after that. Do we know why? Yes! Geopolitics controls many things. It doesn't only work on resources part but also military, territorial area etc. So how do we should know about it. I resume some information and post it here. Let's enjoy.

Geopolitical maldistribution of energy resource
Geopolitics comes from “geo” for geography and “politics”. Its simplified definition is about national policy based on the interrelation of politics and geography. Some academic publications also stated about geopolitics. 

  • Saul Bernard Cohen (2003) defined "Geopolitics is the analysis of the interaction between, on the one hand, geographical settings and perspectives and, on the other hand, political processes. (...) Both geographical settings and political processes are dynamic, and each influences and is influenced by the other. Geopolitics addresses the consequences of this interaction.”
  • Colin Flint (2006) defined "Geopolitics, the struggle over the control of spaces and places, focuses upon power. (...)In nineteenth and early twentieth century geopolitical practices, power was seen simply as the relative power of countries in foreign affairs. In the late twentieth century, (...) definitions of power were dominated by a focus on a country's ability to wage war with other countries. However, recent discussions of power have become more sophisticated."
  • Haushofer (1869-1946) defined "Geopolitics is the new national science of the state, a doctrine on the spatial determinism of all political processes, based on the broad foundations of geography, especially of political geography."

Geopolitics is part of international relationship. It control many aspects in a relationship, from military (figure 1) to energy resources.
Taylor (1993) that the revival of Geopolitics had taken shape in three ways:
1. Geopolitics that described global rivalries in world politics.
2. Geopolitics that formed in an academic one, a new more critical geopolitics. Critical historiographical studies of past geopolitics have been a necessary component of this 'geographer's geopolitics'.
3. Geopolitics that associated with the neo-conservative, pro-military lobby. Such studies talk of 'geopolitical imperatives' and treat geography as 'the permanent factor' that all strategic thinking must revolve around.
This situation creates political maps in the world for each countries relationship. For example figure 2 about political maps in 2008. It showed that many countries have conflicts, not only in military, but also island claim, countries border, natural resources, etc. Geopolitics map will be changed or added each time depending on other integrated factors, like market, demands on technology, resources, and supply for food, etc. In this case, it concerns to geopolitical maldistribution of energy resources. This is crucial thing followed by many issued about its supply and demand.

2014-03-02

UTM Indonesia area

Postingan ini mungkin dapat membantu kita saat bekerja dengan perpetaan terkait Indonesia untuk mendefinisikan koordinat UTM WGS 84. 

Photo credit unknown. Siapa saja yang memilikinya, terima kasih banyak karena ini sangat membantu. 


2014-02-05

Mining system classification

Mining classes.
In this post, we will see how many mining classes we have. From Hartman, 1980, mining systems are divided into majors, surface mining and underground mining. It is easy to indentify both of it. Surface mining means everything are conducted in the surface. Changes of surface could be seen directly, such as pit! Next one is underground mining. It is vice versa with surface mining. Sometimes people don't know whether there is activity or not. This mining system is choosen to get valuable ore which has high price.

Lets see the classification of the mining system.
System
Class
Method
Type
Surface Mining
Mechanic
Open pit mining
Metal, non-metal
Quarrying
Non-metal
Open cut mining
Open cast mining
Coal, non-metal
Aqueous
Hydraulicking
Metal, non-metal
Dredging
Metal, non-metal
Underground mining
Self-supported
Room and pillar mining
Coal, non-metal
Stope and pillar mining
Metal, non-metal
Underground gloryhole
Metal, non-metal
Gophering
Metal, non-metal
Shrinkage stoping
Metal, non-metal
Sublevel stoping
Metal, non-metal
Supported
Cut and fill stoping
Metal
Stull stoping
Metal
Square set stoping
Metal
Caving
Longwall mining
Coal, non-metal
Sublevel caving
Metal
Block caving
Metal

Mining stages

Coming back again!
Lets talk about mining itself. Mining is a comprehensive industry. It needs other stages to complete each process before we get the metals or coal as products. Simplifiedly, mining industry will be divided from exploration, mining and mettalurgy. 

In exploration stages could be divided at least into three stages. Each stage has evaluation and decision step before going through to next stage. It consequence to delineate the exploration area. Pre-eliminary exploration consists to reconnaissance or desk study about deposit target and exploration area, random chip sampling, regional geological – topography mapping, and airborne or remote sensing geophysical method. After getting result, it is evaluated to decide the exploration go to next stage and to delineate exploration area. Exploration continues to sub-detailed exploration for prospecting. The latest exploration is detailed exploration for finding deposit. The differences of its stage are related to delineated area (focus), sampling spacing (more detailed) and analysis (more analyses are purposed). Drilling purposes are usually done in sub-detailed and detailed exploration with different spacing. Exploration success depends on money, explorer and luck.

Mining starts after feasibility study of exploration stage is approved. The effective mine design should be purposed based on many factors (stated in the next explanation) to get the highest profit in mining operation. It is developed from construction and infrastructure preparation to mining processing plant. Construction of mining methods is developed based on whether underground or surface mining to get most profitable one. It should also have flexibilities in changing or expanding followed metal prices and demand. 

Metallurgy stage consists to smelter and refinery. The development of metallurgy plant depends on many factors like government regulation, technology and capital. Processing plant cost is higher as mining development. As consequence, as many as possible metal products are tried to extract like copper, gold and platinum and to get higher recovery.

Each industry inside this circle has own income and relates to each other. In several places, it could be conducted in the same place, so final products are the main offers from the site. In real condition, many cases show that mining products are exported as raw materials. Added value or known as processing and refinery are done in other place (country). The high initial cost usually becomes reason why this last stage is not developed in the same place with mining. What do you think?

2014-01-21

Tambang intan bawah laut!

Dalam postingan sebelumnya sudah digambarkan bagaimana sebaran eksplorasi bawah laut yang sedang dilakukan oleh beberapa negara. Target eksplorasi bawah laut sendiri tidak lain adalah mineral berharga seperti Au, Ag, Pt, Cu, Mn, dan lainnya. Permintaan yang semakin tinggi dari pasar, harga yang meningkat, perkembangan teknologi yang pesat dan faktor lainnya mendorong pengembangan tambang dilakukan ke area di bawah laut. Beberapa dari kita pernah mendengar Seafloor Massive Sulfide atau Black Smoker yang diduga akan berpotensi untuk jadi target penambangan selanjutnya untuk Cu dan Au setidaknya. Secara geologi keberadaan deposit di bawah laut memang menarik untuk dipelajari dan diketahui. Namun saat ini, secara ekonomis, masih terus dikembangkan untuk potensi penambangan atau mudahnya mengubah sumberdaya ini menjadi sebuah cadangan yang menguntungkan. 

Jadi, apakah operasi penambangan bawah laut sudah dilakukan? 
Jawabannya SUDAH!!!
Perkenalkan Peace in Africa. Ini adalah kapal penambangan Intan di dasar laut yang dilakukan di lepas pantai Afrika Selatan. Penambangan sudah berlangsung kurang lebih sejak 2007. Penambangan intan dilakukan pada sedimen bawah laut yang membawa intan dari deposit primernya. Apakah ekonomis? Jawabannya adalah Iya! Terbukti hingga sekarang tambang ini masih berjalan dan ada sekitar 3 kapal yang terus beroperasi 24 jam sehari dan 7 hari seminggu non-stop. Berikut video perkenalan tentang peace in africa. Hingga saat ini, kapal ini menjadi kapal penambangan terbesar yang pernah ada untuk penambangan bawah laut yang aktif berproduksi. 

Siapa pemain eksplorasi dunia?

Dalam postingan ini, dipasang gambar sebaran lokasi project explorasi yang berbuah hasil signifikan di 2013. Kanada, Australia dan Amerika masih menjadi top 3 sebagai investor terbesar untuk eksplorasi sumberdaya, khususnya mineral. Akan sangat mudah menemukan banyak junior companies yang berasal dari ketiga negara tersebut. Bisnis eksplorasi sendiri meskipun memiliki resiko yang tinggi atau bahasa sebagian orang "hanya menghabiskan uang" tetapi tetap menarik untuk dilakukan. Peningkatan kebutuhan akan sumber daya yang mengiringi peningkatan perkembangan ekonomi suatu negara, mendorong kegiatan eksplorasi menjadi suatu bisnis yang tetap harus ada. 

Pada 2013, total budget global untuk eksplorasi turun hingga 29% dibandingkan 2012 (SNL reports). Kanada menjadi negara yang paling besar mengalokasikan budget untuk eksplorasi menggantikan Australia yang bertengger sejak tahun 2002. Beberapa negara bahkan merangkak naik menjadi top global exploration district. Jadi, siapa saja yang bermain dieksplorasi dunia?
Cek langsung di website berita mining.com untuk informasi lebih lanjut ya. 

2014-01-03

Timah di Bangka

Indonesia masuk dalam wilayah world’s tin belt (sabuk timah dunia). Cadangan timah di Indonesia banyak terdapat di daerah utara Sumatera yang termasuk dalam jalur granit yang terdapat memanjang daerah Asia Tenggara. Keterdapatan timah terbesar di Indonesia berada di daerah Bangka Belitung. Keadaan geomorfologi Pulau Bangka dan Belitung didominasi oleh dataran rendah yang merupakan endapan aluvial dan rawa. Di beberapa lokasi, khususnya di bagian utara Pulau Bangka, terdapat perbukitan tererosi dengan litologi batuan penyusun berupa batuan granit. Keberadaan tambang timah di Indonesia sendiri telah ada sejak 1950an. Penambangan awal dimulai oleh penduduk Cina yang dijadikan pekerja di daerah Bangka Belitung. Semua persebaran tambang timah Indonesia berada pada sepanjang sabuk timah daerah pantai timur Sumatera. 

Timah diperoleh terutama dari endapan mineral kasiterit (SnO2) yang terbentuk sebagai oksida dan memiliki mineral asosiasi berupa mozanit dan wolfranit. Mineral kasiterit sendiri biasanya terkandung dalam batuan granit, dimana dalam publikasi Zwiersycky (1920) menjelaskan bahwa Pulau Bangka memiliki kandungan litologi batuan granit dalam 2 generasi, generasi pertama adalah generasi granit tua yang tidak memiliki kandungan kasiterit dan terdapat di daerah yang relatif landai/rendah, sedangkan generasi granit muda membawa kandungan kasiterit yang umumnya terdapat pada medan perbukitan tererosi.

Granit di Bangka dan di Belitung oleh Hutchison (1989) dimasukkan ke dalam Jalur Timah berumur Permo-Trias sebagai hasil magmatisme yang berhubungan dengan subduksi danpost-collision.Secara Regional, Pulau Bangka sendiri terletak di jalur sabuk granit yang memanjang dari Yunan (China), menyambung melaui myanmar, Thailand, semenanjung Melayu sampai ke Kepulauan Indonesia, atau dalam publikasi Van Bemmelen (1949) disebutkan bahwa kedua Pulau tersebut berada di jalur Jurassic Granites Intrusions of the Malayan tin-belt. 

Tipe endapan timah yang terdapat pada sabuk tersebut dapat dibagi menjadi 5 buah tipe endapan kasiterit (SnO2), yaitu :
  1. Magmatic Dissemination
  2. Pegmatic dan Apliet
  3. Cebakan Kontak Metamorf
  4. Cebakan Hidrotermal
  5. Endapan Sekunder

Mendala Timah

Mendala metalogenik merupakan istilah yang menggambarkan informasi umum keterdapatan suatu tipe endapan. Bahasa sederhananya bisa dikatakan sebagai provinsi endapan tersebut. Istilah ini mewakili pertanyaan mengapa endapan timah hanya ditemukan di Indonesia bagian barat atau nikel laterit hanya ditemukan di Indonesia bagian timur. Mendala merupakan bagian informasi geologi tentang pembentukan endapan tersebut, seperti contohnya dalam tulisan ini tentang timah. Di Indonesia, kita hanya menemukannya di daerah Kepulauan Bangka Belitung dan sebagian Kalimantan Barat saja.

Secara geologi, daerah Kepulauan Bangka Belitung termasuk dalam jalur timur (eastern province) granit Asia Tenggara. Jalur ini berumur Karbon, Perm dan Trias serta  kaya dengan kandungan timah (Cobing, 1992). Granit ini terbentuk pada saat orogenesa Trias yang mengangkat batuan granit ke permukaan sebagai satu rangkaian pulau-pulau timah yang membujur dari daratan Thailand Malaysia hingga Bangka Belitung, jalur timah ini dikenal sebagai Tin Belt of Sumatera yang kemudian dikenal sebagai jalur granit Asia Tenggara. Mineral-mineral terkandung yang didominasi oleh timah dan mineral berat tersebut berasal dari batuan granit pada pulau-pulau timah yang terdapat di sekitar perairan utara Sumatera yang telah mengalami deformasi dan pelapukan. 

Granite province South East Asia.
Sejarah tektonik Pulau Sumatera berhubungan erat dengan pertumbukan antara lempeng India-Australia dan Asia Tenggara, sekitar 45,6 Juta tahun lalu mengakibatkan perubahan sistematis dari perubahan arah dan kecepatan relatif antar lempengnya berikut kegiatan ekstrusif yang terjadi. Proses tumbukan ini mengakibatkan terbentuknya banyak sistem sesar geser di bagian sebelah timur India, untuk mengakomodasikan perpindahan massa secara tektonik. Selanjutnya sebagai respon tektonik akibat dari bentuk melengkung ke dalam dari tepi lempeng Asia Tenggara terhadap Lempeng Indo-Australia, besarnya slip-vector ini secara geometri akan mengalami kenaikan ke arah barat laut sejalan dengan semakin kecilnya sudut konvergensi antara dua lempeng tersebut.

Keadaan Pulau Sumatera menunjukkan bahwa kemiringan penunjaman, punggungan busur muka dan cekungan busur muka telah terfragmentasi akibat proses yang terjadi. Kenyataan menunjukkan bahwa adanya transtensi (trans-tension) Paleozoikum pada tektonik Sumatera menunjukkan adanya tiga bagian pola. Bagian selatan terdiri dari lempeng mikro Sumatera, yang terbentuk sejak 2 juta tahun lalu dengan bentuk, geometri dan struktur sederhana, bagian tengah cenderung tidak beraturan dan bagian utara yang tidak selaras dengan pola penunjaman.

Kompleksitas tatanan geologi Sumatera, perubahan lingkungan tektonik dan perkembangannya dalam ruang dan waktu memungkinkan sebagai penyebab keanekaragaman arah pola vektor hubungannya dengan slip-rate dan segmentasi Sesar Sumatera. Hal tersebut antara lain karena (1) perbedaan lingkungan tektonik akan menjadikan batuan memberikan tanggapan yang beranekaragam pada reaktivasi struktur, serta (2) struktur geologi yang lebih tua yang telah terbentuk akan mempengaruhi kemampuan deformasi batuan yang lebih muda.

Proses pembentukan timah terjadi akibat zona tumbukan di jalur granit, yang akan menyebabkan partial melting menuju permukaan. Zona tumbukan dibagi menjadi 2 tipe :
  • Tipe  I, tipe ini terjadi di daerah tumbukan yang mengakibatkan partial melting.
  • Tipe S, tipe ini terjadi di daerah tumbukan yang memiliki P dan T yang sangat tinggi sehingga akan terjadi proses Partial Melting lebih cepat.
Tipe I dan S di zona tumbukan pada jalur granit.
Mineral yang ikut terbentuk pada saat timah terintrusi yaitu mineral tungsten, pada prinsipnya timah terbentuk dari proses mineralisasi dari batuan granit, pada zona jalur granit ini akan ditemukan zona subduksi yang menyebabkan fase-fase pembentukan mineral yaitu magmatik cair, pegmatik, pneumatolitik dan hydrothermal.

Bagaimana nikel laterit terbentuk?

Nikel mempunyai sifat tahan karat. Dalam keadaan murni, nikel bersifat lembek, tetapi jika dipadukan dengan besi, krom, dan logam lainnya, dapat membentuk baja tahan karat yang keras yang biasa dipakai untuk peralatan makan, ornamen gedung, maupun bahan konstruksi. 

Ditinjau dari bentuk endapannya, nikel dibagi menjadi 2 yaitu nikel laterit dan nikel sulfida. Bijih nikel laterit merupakan salah satu sumber bahan logam nikel yang banyak terdapat di Indonesia, diperkirakan mencapai 11% cadangan nikel dunia. Nikel laterit merupakan sumber bahan tambang yang sangat penting, menyumbang terhadap 40% dari produksi nikel dunia. Endapan nikel laterite terbentuk dari hasil pelapukan yang dalam dari batuan induk dari jenis ultrabasa, berkaitan dengan mobilitas unsur – unsur penyusun source rocknya. Umumnya terbentuk pada iklim tropis sampai sub-tropis. Negara penghasil nikel laterit di dunia diantaranya New Caledonia, Kuba, Philippines, Indonesia, Columbia dan Australia. 

Nikel laterit di Sulawesi dari link ini.
Pada umumnya bijih nikel laterit terbentuk di bagian atas kompleks Ophiolit (komposisi lempeng samudera yang bersifat ultra mafic). Akibat adanya pengangkatan secara tektonik, batuan induknya menjadi memiliki relief permukaan, air tanah yang dalam dan memiliki sesar dan kekar serta fractures. Hal ini menyebabkan tersedianya media untuk aliran air yang berpengaruh pada intensitas pelapukan.

Batuan induk dari nikel laterit adalah ultrabasa dengan rata-rata kandungan Ni 0,2% yang terdapat pada kisi-kisi kristal olivin dan piroksen (“Vinogradov”). Proses awal yang dialami oleh batuan induk adalah proses serpentinisasi. Serpentinisasi akibat pengaruh larutan hydrothermal pada akhir pembekuan magma telah mengubah batuan ultrabasa menjadi serpentinnit atau peridotit terserpentinkan. Batuan ini sangat mudah terpengaruh oleh pelapukan lateritik. 

Secara geologis, batuan ultra basa diketahui mengandung sejumlah kecil nikel yang terikat dengan silika. Oleh karena adanya proses pelapukan batuan, maka ikatan tersebut mudah terurai sehingga akan terjadi penghilangan silikat di satu sisi, dan terjadi pengkayaan nikel pada lapisan atau horison tertentu pada hasil pelakukan batuan tersebut.

Pengaruh iklim tropis mengakibatkan proses pelapukan yang intensif, sehingga beberapa daerah di Indonesia memiliki profil laterit (produk pelapukan) yang tebal. Bijih nikel laterit tersebut tersebar di kawasan bagian timur Indonesia. Persebaran ini tidak terlepas dari pengaruh tatanan tektonik. Tatanan geologi Indonesia dianggap unik dan rumit. Banyak ahli geologi yang berusaha menjelaskan fenomena tersebut, baik dengan menggunakan pendekatan teori tektonik klasik maupun tektonik global.

Sebaran ophiolites di Indonesia.
Mewakili contoh pemikiran tektonik klasik, Van Bemmelen (1933) menggunakan Teori Undasi dalam menjelaskan keberadaan jalur-jalur magmatik yang menyebar secara ritmik menerus dari Sumatera ke Kalimantan barat dan Kalimantan. Berikutnya, Westerveld (1952) merekontruksikan jalur orogen di Indonesia dengan menggunakan pendekatan konsep geosinklin. Hasilnya adalah terpetakan lima jalur orogen dan satu komplek orogen yang ada di Indonesia.

Menurut pemikiran tektonik global, konfigurasi saat ini merupakan representasi dari hasil kerja pertemuan konvergen tiga lempeng sejak jaman Neogen, yaitu: lempeng samudera Indo-Australia, lempeng samudera Pasifik, dan lempeng benua Asia Tenggara. Tatanan tektonik Indonesia bagian barat menunjukkan pola yang relatif lebih sederhana dibanding Indonesia timur. Kesederhanaan tatanan tektonik tersebut dipengaruhi oleh keberadaan daratan Sunda yang relatif stabil. Sementara keberadaan lempeng benua mikro yang dinamis karena dipisahkan oleh banyak sistem sangat mempengaruhi bentuk kerumitan tektonik Indonesia bagian timur. Berdasarkan konsep ini pula di Indonesia terbentuk tujuh jalur orogen, yaitu jalur-jalur orogen: Sunda, Barisan, Talaud, Sulawesi, Banda, Melanisia dan Dayak. 

Neutron logging

Neutron logging
Logging neutron memiliki prinsip yang hampir sama dengan logging gamma – gamma (density logging). Neutron log mengukur jumlah atom hidrogen dalam formasi. Alat log menembakan formasi dengan neutron berenergi tinggi. Neutron ini akan bergerak bebas dalam formasi, kehilangan energi dan memancarkan gamma rays berenergi tinggi. Tumbukan yang bebas ini terjadi karena adanya atom hidrogen. Energi terukur sebanding dengan jumlah atom hidrogen yang ada dalam formasi. 

Dalam formasi yang memiliki banyak atom hidrogen, neutron akan melemah dan terserap dengan cepat pada jarak yang pendek. Akibatnya, energi terpancar cukup rendah sehingga perhitungan ini akan mengindikasikan batuan dengan porositas tinggi. Oleh karena itu, metode ini disebut juga sebagai indeks porositas. Pada logging ini akan menunjukkan kurva tinggi pada lapisan batubara karena adanya kandungan karbon yang tinggi. Neutron log akan dipengaruhi oleh ukuran diameter lubang bor sehingga perlu dikombinasikan dengan caliper log dan gamma ray log. 

CNL konsep
Peralatan neutron logging terdiri atas gamma ray/neutron tool (GNT); sidewall neutron porosity tool (SNP); dan compensated neutron log (CNL). GNT memiliki satu sumber neutron dan detektor tunggal yang sensitive terhadap penangkapan energi gamma yang tinggi dan thermal neutron yang tidak beraturan. Peralatan ini dapat digunakan pada lubang bor dengan casing (cased holes) dan tidak. SNP digunakan untuk open holes saja. Alat ini memiliki satu sumber dan detektor tunggal dengan spasi 16 inch yang dipasang pada dinding lubang bor. CNL digunakan untuk pengukuran yang sensitif pada thermal neutrons dan dipengaruhi oleh adanya chlorine. Peralatan ini memiliki dua detektor, yang berjarak 15 inch dan 25 inch dari sumber.

Hasil neutron logging

Gamma – gamma logging (density logging)

Konsep metode density logging
Pengukuran degan gamma – gamma logging adalah mengukur bulk density (densitas ruah) dari batuan di sekitar lubang bor. Prinsip yang digunakan adalah dengan mengukur emisi gamma yang terinduksi dari batuan setelah dilakukan penembakan dari alat ke dalam lubang pemboran. Efek ini disebut sebagai Compton scattering. Energi partikel (foton) saling menumbuk satu dengan lain dengan electron pada fromasi sehingga foton kehilangan energinya. Oleh karena itu, semakin padat batuan, maka semakin banyak sinar gamma yang terabsorpsi dan tidak dipancarkan kembali. Hal ini karena keberadaan elektron yang semakin banyak untuk menumbuk foton. Gamma – gamma rays yang terpancarkan akan terukur dalam gram/cm3. Dengan demikian, metode ini juga sangat membantu dalam mengetahui porositas.

Kebanyakan batubara memiliki densitas yang rendah dibandingkan batuan sekitarnya. Oleh karena itulah, metode ini sangat membantu dalam menentukan keberadaan lapisan batubara. Metode ini dapat mengidentifikasi nilai densitas formasi pada variasi yang detil. Akan tetapi, metode ini harus dilakukan pada lubang bor tanpa casing dan dipengaruhi oleh perubahan ukuran diameter lubang bor. Akibatnya, diperlukan kombinasi dengan metode lainnya, seperti caliper log untuk membantu dalam identifikasi hasil logging. Selain itu juga, logging ini dilakukan bersamaan dengan gamma ray logging. 

Hasil logging Density Log dengan metode logging lainnya

Gamma logging

Metode radioactivity memanfaatkan sifat keradioaktifan alami lapisan batuan dan kemampuan lapisan dalam memancarkan kembali stimulus radioaktif yang diberikan selama pengukuran. Metode radioactivity terdiri dari gamma logging, gamma – gamma logging (density logging) dan neutron logging. Dalam penggunaannya, metode ini dikombinasikan dengan metode lainnya, seperti resistivity. 

Hasil Logging Gamma Ray 
Gamma logging memanfaatkan radiasi gamma alami yang dimiliki formasi pada batuan. Nilai yang terbaca pada alat gamma ray log merupakan akumulasi perekaman terhadap jumlah total radiasi yang dihasilkan semua unsur radioaktif dalam batuan. Meskipun bacaan adalah hasil akumulasi, setiap material radioaktif memiliki intensitas energi yang berbeda – beda dan ini dapat diselidiki dengan gamma ray spectroscopy. Unsur – unsur yang biasanya terukur adalah Uranium, Thorium, Pottasium, dan Radium. 

Gamma Ray Logging
Metode ini sangat membantu dalam logging. Kelebihan metode ini yaitu (a) tidak membutuhkan fluida pemboran; (b) tidak sensitif terhadap perubahan diameter lubang; dan (c) dapat menyelidiki lapisan dibalik casing. Hal ini sangat membantu dalam penyelidikan lapisan batubara di bawah permukaan. Gamma ray logging juga dapat mendeteksi keberadaan parting pada lapisan batubara yang rata – rata sangat tipis. Resolusi vertikal gamma logging berbanding terbalik dengan kecepatan logging untuk peralatan yang sama. Pada hasil logging disajikan dalam dua bentuk, yaitu logging dalam bentuk jumlah keseluruhan material radioaktif terukur dan dalam bentuk material radioaktif  tertentu, seperti Uranium, Thorium dan Potasium saja.

Metode gamma logging digunakan dalam berbagai keperluan. Pertama, metode ini digunakan dalam menentukan lapisan batuan, terutama antara pasir, shale dan mineral lainnya. Dalam hal ini digunakan bantuan berupa grafik pergerakan unsur radioaktif terukur. Kedua, metode ini digunakan dalam mengidentifikasi formasi karbonatan dan evaporit terhadap shale. Keempat, penggunaan metode ini untuk mengindentifikasi ketidakselarasan, korelasi antar lubang bor, keberadaan batuan beku, dan untuk studi diagenesis. Selanjutnya, metode ini digunakan untuk mempelajari sedimentologi dan identifikasi rekahan yang terjadi di bawah permukaan. Manfaat lainnya adalah mengidentifikasi besarnya pelepasan energi radioaktivitas yang terjadi di bawah permukaan.

Tabel identifikasi dalam pembelajaran sedimentologi

Induced polarization logging

Konsep dalam IP logging
Teknik Induced polarization biasanya digunakan untuk mencari keberadaan mineral dan dapat juga dimanfaatkan pada logging lubang bor. Pada Induced Polarization (IP) menggunakan transmitter untuk mengaliri arus tinggi pada tanah, lalu transmitter dimatikan pada batas tertentu. Perubahan potensial selama kurun waltu tertentu inilah yang diukur. IP dapat mengukur variasi resistivity dengan frekuensi tertentu dan menyediakan interpretasi unik terhadap material terpolarisasi, seperti clay, grafit dan mineral logam. 

Penggunaan pada logging lubang bor, loop utama menginduksikan arus ke batuan dibalik dinding lubang bor. Arus yang mengalir mengakibatkan perubahan muatan pada partikel konduktif seperti bijih sulfida dan material karbon, seperti batubara. Waktu pengurangan muatan adalah refleksi dari perubahan potensial. IP dapat digunakan untuk mendeteksi zona alterasi dan arahan umum proses redoks dalam penggunaan untuk mineral. Pada batubara, dapat digunakan untuk menentukan rank batubara secara in situ. 

Hasil interpretasi bawah permukaan dengan penggunaan konsep IP

SP logging

Dalam elektrik logging, salah satunya adalah SP logging. SP logging biasa digunakan bersamaan dengan resistivity logging. SP (Spontaneous Potential) logging mengukur beda potensial alami yang terjadi antara lubang bor dan permukaan yang tidak berarus. Beda potensial muncul dari perbedaan yang besar dari energi electrochemical dan electrokinetic. Perbedaan energi ini muncul dari adanya perbedaan muatan yang ada pada lubang bor dan fluida formasi yang mengakibatkan aliran arus spontan. 

Dalam penggunaannya, SP logging membutuhkan syarat sebagai berikut, yaitu : (a) adanya fluida bor dalam lubang; (b) adanya perselingan lapisan antara lapisan yang porous dan permeable atau antara lapisan dengan porositas lemah dan impermeable; dan (c) perbedaan salinitas antara fluida bor dan formasi, meskipun pada kenyataannya kejadian ini jarang terjadi karena perbedaan fluida lebih menyebabkan perbedaan tekanan.

Komponen SP logging

SP logging terdiri dari 4 macam komponen. Komponen ini akibatkan terjadi energi electrochemical dan electrokinetic. Electrochemical berkaitan dengan perbedaan yang disebabkan adanya perbedaan salinitas pada lumpur pemboran dan air formasi. Electrokinetic terjadi akibat adanya aliran lumpur pemboran pada lapisan yang porous dan permeable. Ini akan bergantung pada besarnya resistivity dari lumpur dan menjadi penting jika adanya perbedaaan tekanan dengan formasi. Komponen yang biasa digunakan dalam SP logging adalah elektrode yang dihubungkan dengan bumi dan bagian lainnya mengukur potensial DC. Selain itu, juga dibutuhkan baterai 1.5 Volt untuk membantu dalam pengukuran beda potensial pada skala yang benar. 

Hasil SP Log. SP logging diukur pada milivolt (mVolt) dan tidak memiliki skala yang absolut.
SP logging dimanfaatkan untuk (a) mendeteksi lapisan permeable; (b) mengukur nilai Rw; (c) mengindikasi shale pada formasi; dan (d) korelasi perlapisan. Pada SP log terbatas untuk beberapa mineral tertentu, sehingga dapat membantu deteksi pengenalan mineral. Sebagai contoh, yang digunakan pada batubara, pirit, riolit, dan lempung. Dalam penggunaan untuk korelasi, lubang bor harus berdekatan dan menggunakan fluida pemboran yang sama, serta salinitas formasi yang konstan antar lubang bor.