2014-01-02

Genesa batubara Indonesia

Endapan batubara terbentuk dari 2 tahap pembentukan, yaitu pembentukan gambut dan pembentukan batubara. Dalam pembentukannya, batubara akan melalui beberapa tahap dari bahan asalnya terbentuk. Proses tersebut meliputi, pembentukan gambut (peatification) dan pembentukan batubara (coalification). Proses penggambutan mencakup proses mikrobial, perubahan kimia (biochemical coalification), geochemical coalification dan humifikasi. Proses pembatubaraan merupakan perkembangan gambut menjadi lignit, sub bituminous dan bituminous coal, hingga antrasit dan meta-antrasit. 

Batubara dapat digunakan sebagai alat ukur untuk diagenesa sedimen dengan melihat perubahan temperatur. Reaksi yang terjadi dapat meliputi perubahan struktur kimia ataupun fisik. Proses pembatubaran terutama dikontrol oleh temperatur, tekanan, dan waktu. Tekanan makin tinggi maka proses pembatubaraan makin cepat, terutama di daerah patahan, terlipat, dan sebagainya.


Tipe cekungan pembawa batubara utama di Indonesia adalah intermontana basin Paleogen, foreland basin, dan delta basin Neogen. Pada cekungan muka daratan (foreland basin) terjadi pengendapan yang cepat pada zaman Tersier dalam lingkungan laut yang setengah tertutup dan diikuti oleh perlipatan lemah sampai sedang pada akhir Tersier. Umur cekungan batubara Indonesia merupakan batubara Tersier yang dibedakan oleh kondisi transgresi dan regresi. Umur batubara Indonesia tertua adalah batubara Paleogen, yaitu 68 jt tahun hingga 23 jt tahun. Batubara Neogen yang terbentuk setelah regresi berumur 23 jt tahun hingga 1 jt tahun lalu. Di Indonesia, cekungan pembawa batubara terdiri dari beberapa cekungan yang tersebar di seluruh Indonesia. 

Secara umum, pembentukan batubara di Indonesia dibagi menjadi daerah Indonesia barat dan Indonesia timur. Pembentukan batubara di Indonesia barat, pengendapan sedimen terjadi secara sempurna sebelum terjadinya transgresi pada akhir Paleogen. Di Indonesia Timur, pengisian sedimen tidak terjadi sempurna hingga transgresi terjadi. Akibatnya, sedimentasi yang terjadi berupa platform karbonatan. Siklus regresi mulai terjadi pada miosen tengah, dengan sedimentasi berubah dari laut dalam, laut dangkal, paludal, delta hingga continental.


Pengendapan pada masa Neogen terjadi secara luas dan di bagian back deep. Regresi dihipotesiskan terjadi karena adanya proses orogenesa dan adanya sedimentasi yang lebih cepat dibandingkan penurunan basin sehingga garis pantai bergerak. Berdasarkan hipotesis kedua ini, terbentuk adanya delta. Proses sedimentasi terhenti memasuki masa Kuarter pada Pleistosen, dengan dicirikan adanya endapan tuff. 

Hal inilah yang menjadi dasar pembagian batubara ekonomis yang ada di Indonesia. Batubara di Indonesia disebutkan sebagai endapan batubara Eosen dan endapan batubara Miosen. Endapan batubara Eosen merupakan bagian dari endapan Paleogen dan terbentuk di sepanjang tepian Paparan Sunda, di sebelah barat Sulawesi, Kalimantan bagian timur, Laut Jawa hingga Sumatera. Batubara Eosen dicirikan sebagai batubara yang ketebalan bervariasi dan banyak lapisan; berkadar sulfur dan abu tinggi; penyebaran terbatas; pengendapan bersamaan dengan aktivitas tektonik; berkaitan dengan busur vulkanik dan hampir seluruhnya autochton. Cekungan Paleogen di Indonesia terdiri dari intermontana basin dan continental margin. Endapan Paleogen penting di Indonesia antara lain adalah di Ombilin (Sumatera Barat), Bayah (Jawa Barat), Pasir (Kalimantan bagian Tenggara), Pulau Sebuku (Kalimantan Tengah), Melawi (Kalimantan Barat). 

Endapan Miosen merupakan endapan batubara yang terjadi setelah fase regresi. Endapan ini memiliki ciri endapan batubara yang relatif tebal secara lokal dengan kadar abu dan sulfur rendah. Batubara ini umumnya terdeposisi pada lingkungan fluvial, delta dan dataran pantai. Cekungan utama batubara Eosen antara lain adalah Cekungan Kutai bagian bawah (Kalimantan Timur), Cekungan Barito (Kalimantan Selatan) dan Cekungan Sumatera bagian selatan. Endapan batubara miosen banyak terjadi pada cekungan foreland/backdeep dan delta. 

Kondisi regresi dicirikan oleh mundurnya laut yang lambat dan pendangkalan lingkungan pengendapan dari laut dalam ke laut dangkal, rawa – rawa, delta hingga daratan. Penutupan dari proses sedimentasi pada kala ini terjadi pada Pleistosen oleh pengendapan tuff. Sebagai contoh adalah Cekungan Sumatera Selatan dan Sumatera Tengah. Kedua cekungan ini terjadi setelah fase regresif dengan pengendapan dari laut dalam hingga ke laut dangkal dan lingkungan delta yang ditutupi oleh endapan rawa – rawa. Endapan batubara yang dihasilkan merupakan endapan batubara khas formasi regresif.

Karakteristik batubara Eosen umumnya sangat masif, berwarna hitam, kilap gelas, jenis batubara bituminous – subbituminous, dan kadar kalori tinggi. Batubara Eosen sering tersingkap baik berupa lapisan dan membentuk seam batubara. Batubara Miosen sebagian besar berupa lignit, sangat lunak, kadar air tinggi, kadar debu rendah, dan kadar kalori rendah. Batubara Miosen umumnya menunjukkan bentuk lapisan yang kurang baik dalam singkapan. Hal ini terjadi karena kadar air dalam batubara tinggi, tekanan kompaksi rendah serta lapisan lempung sering kali ada dalam lapisan batubara tersebut.

No comments:

Post a Comment