Cekungan Batubara Jawa
Fase regresif merupakan pengendapan laut dalam ke laut dangkal hingga ke daratan delta yang ditutupi oleh oleh endapan rawa luas. Akhirnya dihasilkan endapan batubara khas formasi regresif. Kondisi pembentukan ini merupakan kemenerusan dari kondisi pembentukan pada cekungan Sumatera Selatan dan Sumatera Tengah. Kondisi ini diteruskan ke Cekungan Sunda, walaupun di sini batubara akan terdapat di bawah laut. Pada daerah yang lebih timur di bagian utara dari Jawa Barat dan Jawa Timur daur regresif ini tidak terkembangkan sepenuhnya yang disebabkan terjadinya transgresi yang kedua yang menghasilkan formasi Cisubuh berumur Pliosen yang berfasies marin. Akan tetapi, batubara sempat terbentuk dekat Krawang dan Bogor. Daur kedua ini bekembang penuh di cekungan Jawa Timur yang menghasilkan suatu regresi karbonat (Formasi Madura), akan tetapi daur regresi inipun masih sempat membentuk endapan batubara dalam anggota Ngrayong dari Formasi Rembang.
Pada zaman Miosen Awal, lingkungan laut telah mentransgresi seluruh daratan Sunda dan suatu paparan karbonat berkembang meliputi pula daerah - daerah tinggian yang sebelumnya berada di atas permukaan laut (Lengkung Bawean, Tinggian Lampung), sedangkan beberapa tinggian batu dasar tetap berada di atas laut (Lengkung Asahan, Lengkung Karimun Jawa). Perkembangan dari Paleogen ini juga berkembang pada cekungan Sunda di Laut Jawa sebelah barat (Formasi Banuwati yang nonmarin), dan di Jawa barat daya (Formasi Bayah di Banten, dan Formasi Gunung Waled di daerah Sukabumi) dengan endapan sungai teranyam dan endapan danau mendahului transgresi marin di kala Miosen Awal yang dipisahkannya dengan suatu ketidakselarasan. Pada kedua tempat ini lapisan batubara ditemukan. Di Laut Jawa sebelah timur pengendapan nonmarin terjadi dalam cekungan intramontana yang sempit sebelum transgresi marine.
Kolom statigrafi cekungan jawa barat daya (Bayah Dome) |
Cekungan Irian Jaya
Pengendapan batubara dalam fase regresif di Irian Jaya dimulai dengan pembentukan paparan karbonat pada awal Tersier yang kemudian berkembang mengalami pendalaman sebagian yang asimetris. Menjelang akhir sejarah pengendapan suatu regresi terjadi dan paparan karbonat pecah menjad beberapa cekungan klastik yang terisolir dan juga disebut ‘molasse basin’. Sumber klastik adalah pinggiran cekungan yang terangkat. Pengendapan terjadi dalam lingkungan delta yang diikuti oleh lingkungan rawa dan endapan fluviatil sehingga seluruh cekungan terisi. Endapan fluviatil dapat berinterkalasi secara rumit dengan endapan rawa, sehingga terjadi interkalasi antara batubara dan batupasir. Dalam hal ini cekungan mollase ini kurang luas dan membatasi penyebaran batubara.
Di lain pihak, kecepatan penurunan cekungan dan kecepatan sedimentasi klastik sangat tinggi sekali sehingga menghasilkan tumpukan sedimen plio-pleistosen yang sangat tebal. Sebagai contoh, ketebalan sedimen Formasi Steenkoal di Cekungan Bintuni mencapai ketebalan lebih dari 4.000 meter, menaikkan kemungkinan didapatkannya lapisan-lapisan batubara. Kecuali pra-terSier, di Irian Jaya hanya memperlihatkan potensi batubara pada umur Neogen saja. Cekungan - cekungan di Irian Jaya yang membawa batubara adalah Cekungan Salawati, Cekungan Bintuni, Cekungan Akimengah dan Cekungan Sahul. Cekungan Salawati secara langsung terdapat lapisan batubara, yaitu pulau Salawati (lapangan Kawung Teja, lapisan horizontal, tebal 1 meter, overburden 10 meter; lapangan Sakabu, tebal 4 meter dengan overburden 0,5 meter, tetapi dilipat sangat ketat), dan di sungai Klasaman, dekat Sorong. Cekungan Salawati masih tergolong sebagai suatu cekungan sedimentasi yang relatif muda karena mulai terbentuknya baru pada kala Miosen Tengah. Di Cekungan Bintuni batubara ditemukan setebal 1 meter, dan dapat diikuti hampir 1 kilometer, namun dengan kemiringan minimum 20 derajat. Batubara ini berkadar air rendah sehingga digolongkan sebagai batubara Paleogen. Pada cekungan Sahul, lapisan batubara ditemukan pada Formasi Iwur. Formasi Iwur di bagian selatan ditemukan tuff sandstone dengan intercalation batubara.
.
Di lain pihak, kecepatan penurunan cekungan dan kecepatan sedimentasi klastik sangat tinggi sekali sehingga menghasilkan tumpukan sedimen plio-pleistosen yang sangat tebal. Sebagai contoh, ketebalan sedimen Formasi Steenkoal di Cekungan Bintuni mencapai ketebalan lebih dari 4.000 meter, menaikkan kemungkinan didapatkannya lapisan-lapisan batubara. Kecuali pra-terSier, di Irian Jaya hanya memperlihatkan potensi batubara pada umur Neogen saja. Cekungan - cekungan di Irian Jaya yang membawa batubara adalah Cekungan Salawati, Cekungan Bintuni, Cekungan Akimengah dan Cekungan Sahul. Cekungan Salawati secara langsung terdapat lapisan batubara, yaitu pulau Salawati (lapangan Kawung Teja, lapisan horizontal, tebal 1 meter, overburden 10 meter; lapangan Sakabu, tebal 4 meter dengan overburden 0,5 meter, tetapi dilipat sangat ketat), dan di sungai Klasaman, dekat Sorong. Cekungan Salawati masih tergolong sebagai suatu cekungan sedimentasi yang relatif muda karena mulai terbentuknya baru pada kala Miosen Tengah. Di Cekungan Bintuni batubara ditemukan setebal 1 meter, dan dapat diikuti hampir 1 kilometer, namun dengan kemiringan minimum 20 derajat. Batubara ini berkadar air rendah sehingga digolongkan sebagai batubara Paleogen. Pada cekungan Sahul, lapisan batubara ditemukan pada Formasi Iwur. Formasi Iwur di bagian selatan ditemukan tuff sandstone dengan intercalation batubara.
.
No comments:
Post a Comment