Sebagai penunjang kebutuhan energi primer di Indonesia, batubara masih menjadi komoditas utama yang diperhitungkan untuk ekspor dan pemenuhan dalam negeri sendiri. Indonesia bahkan menjadi top 5 eksportir batubara ke seluruh dunia, terutama India dan China. Batubara masih menjadi bagian tak terpisahkan bagi masyarakat Indonesia setidaknya hingga 2025 sebagaimana diatur dalam Bauran Energi Nasional berdasarkan PP No.5 tahun 2006.
Dalam pembentukannya, batubara akan melalui beberapa tahap dari bahan asalnya terbentuk. Proses tersebut meliputi, pembentukan gambut (peatification) dan pembentukan batubara (coalification). Proses penggambutan mencakup proses mikrobial, perubahan kimia (biochemical coalification), geochemical coalification, dan humifikasi. Proses pembatubaraan merupakan perkembangan gambut menjadi lignit, sub bituminous, dan bituminous coal, hingga antrasit dan metaantrasit. Batubara dapat digunakan sebagai alat ukur untuk diagenesa sedimen dengan melihat perubahan temperatur. Reaksi yang terjadi dapat meliputi perubahan struktur kimia ataupun fisik. Proses pembatubaran terutama dikontrol oleh temperatur, tekanan, dan waktu. Tekanan makin tinggi maka proses pembatubaraan makin cepat, terutama di daerah patahan, terlipat, dan sebagainya.
Tipe cekungan pembawa batubara utama di Indonesia adalah intermontana basin paleogen, foreland basin, dan delta basin neogen. Pada cekungan muka daratan (foreland basin) terjadi pengendapan yang cepat pada zaman Tersier dalam suatu lingkungan laut yang setengah tertutup dan diikuti oleh perlipatan lemah sampai sedang pada akhir Tersier. Umur cekungan batubara Indonesia merupakan batubara tersier yang dibedakan oleh kondisi transgresi dan regresi. Umur batubara Indonesia tertua adalah batubara Paleogen, yaitu 68 jt tahun hingga 23 jt tahun. Batubara Neogen yang terbentuk setelah regresi berumur 23 jt tahun hingga 1 jt tahun lalu. Di Indonesia, cekungan pembawa batubara terdiri dari beberapa cekungan yang tersebar di seluruh Indonesia.
Di Indonesia, formasi batubara tersebar di wilayah seluas 298 juta ha, dengan 40 cekungan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa dan Papua Barat. Sebaran utama cekungan pembawa batubara yang telah diselidiki dan dieksploitasi berada di daerah Sumatera dan Kalimantan. Di Pulau Sumatera, cekungan pembawa batubara yang sudah diselidiki dan dieksploitasi, antara lain Cekungan Ombilin, Cekungan Sumatera Selatan, dan Cekungan Sumatera Tengah. Di Pulau Kalimantan, seluruh cekungan pembawa batubara telah dieksploitasi hingga saat ini.
Tipe cekungan pembawa batubara utama di Indonesia adalah intermontana basin paleogen, foreland basin, dan delta basin neogen. Pada cekungan muka daratan (foreland basin) terjadi pengendapan yang cepat pada zaman Tersier dalam suatu lingkungan laut yang setengah tertutup dan diikuti oleh perlipatan lemah sampai sedang pada akhir Tersier. Umur cekungan batubara Indonesia merupakan batubara tersier yang dibedakan oleh kondisi transgresi dan regresi. Umur batubara Indonesia tertua adalah batubara Paleogen, yaitu 68 jt tahun hingga 23 jt tahun. Batubara Neogen yang terbentuk setelah regresi berumur 23 jt tahun hingga 1 jt tahun lalu. Di Indonesia, cekungan pembawa batubara terdiri dari beberapa cekungan yang tersebar di seluruh Indonesia.
Di Indonesia, formasi batubara tersebar di wilayah seluas 298 juta ha, dengan 40 cekungan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa dan Papua Barat. Sebaran utama cekungan pembawa batubara yang telah diselidiki dan dieksploitasi berada di daerah Sumatera dan Kalimantan. Di Pulau Sumatera, cekungan pembawa batubara yang sudah diselidiki dan dieksploitasi, antara lain Cekungan Ombilin, Cekungan Sumatera Selatan, dan Cekungan Sumatera Tengah. Di Pulau Kalimantan, seluruh cekungan pembawa batubara telah dieksploitasi hingga saat ini.
Dengan nilai sumberdaya yang tinggi dan kebutuhan yang terus meningkat, eksplorasi menjadi tonggak dalam menjawab semuanya. Dalam suatu eskplorasi batubara, semua kegiatan yang akan dilakukan disusun menjadi suatu program yang komprehensif. Program eksplorasi yang disusun harus berdasarkan tujuan yang ingin dicapai. Berdasarkan tujuan tersebut, target yang telah diketahui dan program yang telah disusun dilaksanakan. Pengevaluasian nilai sumberdaya hingga cadangan menjadi tujuan akhir dari eksplorasi yang dilakukan.
Dalam penyusunan suatu program eksplorasi batubara, dapat dibagi ke dalam 4 tahapan. Setiap tahapan terdiri dari beberapa kegiatan yang disesuaikan dengan target eksplorasi. Tahapan eksplorasi batubara terdiri dari survei tinjau, eksplorasi pendahuluan, eksplorasi lanjut, dan eksplorasi rinci. Salah satu acuan dalam penyusunan program eksplorasi batubara di Indonesia adalah SNI 5015:2011 Pedoman pelaporan, sumberdaya, dan cadangan batubara. Meskipun demikian, setiap kegiatan yang dilakukan tetap dapat dimodifikasi berdasarkan kondisi geologi dan pengetahuan pihak pelaksananya. Kegiatan eksplorasi batubara yang dapat dilakukan antara lain sebagai berikut (Tabel 1).
Setiap tahapan eksplorasi akan menghasilkan perhitungan nilai sumberdayanya. Nilai sumberdaya yang diperoleh terdiri dari sumberdaya tereka, terindikasi, dan terukur. Konsep perhitungannya didasarkan dengan jumlah dan kualitas data yang dimiliki, serta pemilihan metode perhitungannya. Di setiap akhir kegiatan eksplorasi akan dilakukan evaluasi dalam keberlanjutannya. Tingkat keyakinan geologi yang tinggi terhadap hasil yang diperoleh dari tahap sebelumnya dapat membuat kegiatan eksplorasi dapat dilanjutkan ke tahapan berikutnya. Evaluasi akan dilakukan hingga akhir tahapan eksplorasi hingga dilakukannya kegiatan studi kelayakan untuk memperhitungan nilai cadangan yang dimiliki berdasarkan faktor – faktor pertimbangan, seperti lingkungan, sosial, dan lainnya.
Tahapan eksplorasi berdasarkan SNI 2011 |
Dalam perhitungan sumberdaya batubara, dapat digunakan beberapa metode perhitungan cadangan. Metode perhitungan cadangan yang dipilih berdasarkan jumlah dan kualitas data, maupun pihak pengevaluasinya. Dalam pengevaluasian dilakukan juga dengan mempertimbangkan aspek tektonik dan sedimentasi untuk menentukan jarak pengaruhnya. Jarak pengaruh merupakan aspek lainnya yang harus ditentukan berdasarkan pertimbangan geologi ataupun dapat disesuaikan dengan pengalaman pengevaluasi terhadap lokasi tersebut. Acuan jarak pengaruh dalam perhitungan sumberdaya batubara di Indonesia diatur oleh SNI 5015:2011.
Hubungan antara sumberdaya dan cadangan batubara berdasarkan SNI-2011 |
Parameter kondisi geologi komoditas batubara. |
Berdasarkan acuan SNI 5015:2011, jarak titik informasi berada pada suatu rentang. Sebagai contoh, sumberdaya tereka untuk kondisi geologi sederhana memiliki jarak titik informasi 1000 < x ≤ 1500 m. Variabel x merupakan data pada suatu titik bor. Perhitungan sumberdaya pada sumber daya terekanya berada pada rentang titik informasi 1000 – 1500 m. Keputusan nilai yang akan digunakan merupakan keputusan pihak evaluator. Pengalaman terhadap geologi daerah tersebut dapat membantu keputusan yang estimasinya dapat mendekati kondisi yang ada.
No comments:
Post a Comment