Salah satu teknik pendekatan yang dapat digunakan oleh para economic geology adalah stabil isotop. Metode ini mungkin terdengar kurang familiar di Indonesia tetapi pada dasarnya metode penyelidikan dengan sistem ini sangat umum digunakan dalam penelitian dan eksplorasi bahan galian dan juga geotermal. Saya sendiri tidak mengetahui apakah ada laboratorium umum di Indonesia yang menyediakan jasa pengukurna isotop stabil ini. Secara umum, banyak pihak yang masih memanfaatkan isotop H, O dan C. Stabil isotop C sangat terkenal dalam pengukuran umur batuan atau dikenal juga dengan Carbon Dating. Sebaliknya isotop H dan O sangat akrab dengan mereka yang mengeksplorasi geotermal dan emas untuk menyelidiki sumber air dalam proses pembentukannya.
Isotop itu adalah atom suatu elemen yang nomor massanya berbeda karena perbedaan jumlah neutron dalam nukleusnya. Akibat jumlah neutron yang berlebihan, kondisi isotop tidak stabil sehingga akan memancarkan radioaktif untuk mencapai titik stabilnya. Akan tetapi, ada beberapa isotop yang bersifat stabil di alam bebas karena memiliki nukleus yang stabil. Pengukuran pada isotop - isotop yang stabil inilah yang digunakan dalam pengukuran stable isotope. Contoh karbon (C) yang memiliki 3 isotop stabil, yaitu 12C (6 proton, 6 elektron dan 6 neutron); 13C (6 proton, 6 elektron dan 7 neutron) dan 14C (6 proton, 6 elektron dan 8 elektron). Kelimpahan masing - masing isotop di alam pun beragam, sehingga dalam contoh karbon, kelimpahan 12C dan 14C yang paling tinggi sehingga paling sering digunakan dalam penyelidikan.
Pada prinsipnya, isotop stabil yang digunakan hingga saat ini adalah C, O, H, N, S, dan beberapa metal seperti Pb dan Cu yang diukur dengan rasio spektroskopi massa isotop gas (gas isotope-ratio mass spectroscopy). Molekul gas akan diionkan di dalam ion source yang akan mengeluarkan elektron dari tiap molekulnya yang menyebabkan tiap molekul memiliki muatan positif. Molekul inilah yang akan masuk ke flight tube yang bentuknya melengkung dan dipisahkan dengan menggunakan magnet. Molekul dengan massa isotop lebih berat akan lebih melengkung dibandingkan yang lebih ringan. Pada bagian ujung spectorscopy terdapat Faraday collector untuk mengukur intensitas tiap berkasi ion yang memberikan massa setelah terpisahkan. Magnet yang dipasng akan menyebabkan ion terdefeksi dengan radius sebanding dengan proporsei massa terhadap rasio muatan ionnya. Muatan juga akan mempengaruhi radius tetapi pada umumnya nilai ini konstan karena ion sourcenya hanya melajurkan 1 elektron dari kebanyakan molekul.
Contoh
pola dispersi
ion pada
flight tube mass spectrometer untuk
CO2
untuk massa
46 (12C,
16O,
18O),
45(13C,
16O,
16O),
dan 44 (12C, 16O, 16O). (source http://www4.nau.edu/cpsil/isotopes.htm)
|
Proses pengujian isotop stabil ini akan memiliki perbedaan untuk tiap unsur yang akan diuji. Keterdapatan unsur dalam sampel juga akan mempengaruji prosedur uji. Pengujian pada beragam wujud sampel, baik padat, cair dan gas akan berbeda satu dengan lainnya. Pengujian unsur yang terlarut juga akan berbeda dalam tata cara pengujiannya. Contoh di bawah adalah pengujian isotop hidrogen atau deutrium. Hasil pengukuran akan dikalibrasi menggunakan nilai dari material standar yang ditentukan sesuai dengan pengujian isotopnya, misalnya Standard Mean Ocean Water (SMOW) untuk isotop H dan O; Pee Dee Belemnite (PDB) untuk isotop C dan O; N dengan atmospheric air dan Canyon Diablo Meteorite (CDM) untuk pengujian S. Material ini tentunya juga disediakan oleh lembaga - lembaga pengujian tersertifikasi, seperti USGS. Beberapa kampus juga menggunakan standard yang dibuat sendiri oleh kolaborasi akademisi yang juga telah diuji sebelumnya.
|
No comments:
Post a Comment