Bicara batubara memang tidak ada habisnya. Sumber energi hitam ini merupakan sumber kehidupan di berbagai negara berkembang, terutama India, China dan Indonesia. Sebagian besar negara - negara maju, seperti Jepang dan Korea pun tetap masih menggunakan sumber energi ini baik untuk listrik maupun untuk menyokong kebutuhan industri mereka, terlebih industri pengolahan. Di Jepang, industri pengolahan dan pemurnian yang menjadi salah satu tulang punggung negara ini membutuhkan tiap tahunnya berjuta ton batubara kokas untuk mendukung pengolahan logam - logam tersebut. Hal yang sama dengan kebutuhan listrik penduduk Jepang yang juga bergantung dengan batubara setelah pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) milik mereka diterjang oleh tsunami pada tahun 2011. Bencana alam tersebut telah mengakibatkan kebocoran reaktor nuklir aktif yang menjadi sumber penerangan hampir 50% negara tersebut. Dengan demikian, pengalaman tersebut mendorong Jepang untuk menggunakan kembali energi yang berasal dari batubara sembari pengalihan ke sumber energi alternatif lainnya.
Variasi batubara yang beragam tidak semua dapat diterima dalam keadaan utuh di seluruh tempat. Spesifikasinya yang beragam mendorong pemanfaatan batubara dengan maksimal dari rank rendah hingga tertinggi sekalipun seefektif mungkin. Gasifikasi batubara merupakan salah satu upaya yang dilakukan berbagai pihak untuk mendorong terbentuknya pemanfaatan yang efektif dari batubara yang tidak efisien apabila ditambang secara konvensional. Proses gasifikasi artinya mengubah dan mengambil gas dari batubara baik dilakukan melalui konversi buatan dan langsung pada lapisan batubaranya (insitu). Pada konversi buatan, gasifikasi membutuhkan temperatur tinggi agar proses terjadi sempurna dan tar lebih sedikit terbentuk. Sebaliknya, konversi langsung menggunakan pemboran pada seam batubaranya dan diinjeksikan oksigen (gas) dan uap agar terjadi proses perubahan ke dalam bentuk gas.
Batubara yang umumnya digunakan dalam gasifikasi adalah batubara dengan reaktivitas tinggi, namun yang paling cocok adalah batubara jenis low rank yang mengandung banyak liptinite dan high moisture. Dalam prosesnya, akan dibutuhkan air untuk mendorong reaksi. Apabila menggunakan batubara bituminus atau batubara dengan inertinite melimpah akan membantu dalam pencegahan pembentukan kerak dan swelling yang berlebihan. Apabila kondisi sebaliknya terjadi, maka terak dapat diatasi dengan menggunakan pre-oxidizing process. Selurh batubara yang akan dikonversi harus disesuaikan distribusi dan batas ukuran partikelnya berdasarkan tipe gasifiernya. Batubara dengan ash yang tinggi kurang disuai karena ash akan mengisi ruang reaktor lebih banyak sehingga menurunkan efisiensi gasifier dan mempercepat pemanasan batubaranya yang dipicu oleh material inorganik yang memiliki spesific heat yang lebih rendah dan thermal conductivity yang lebih tinggi.
Macam - macam tipe gasifier |
Ada beberapa macam sistem gasifikasi batubara yang dapat digunakan, yaitu fluidized-bed gasification; fixe-bed gasification; entrained-flow gasification; molten-bath gasification dan underground coal gasification. Pemilihan metode gasifikasi didasarkan kepada beberapa alasan penting, seperti ketersediaan batubara, tipe, biaya, ukuran, temperatur, tekanana, heating value gas, tingkat produksi energi, tingkat kebersihan terhadap lingkungan dan lainnya. Produk akhir dari proses gasifikasi dapat berupa alkana dengan menggunakan Fischer-Tropsch reaktor dan hidrogen untuk Water Gas Shift Reaction. Reaksi umum pembentukan gas dari batubara adalah sebagai berikut:
Sebagai contoh fluidized-bed gasification yang umum digunakan hingga saat ini. Teknologi ini membutuhkan batubara yang telah disizing hingga 10-100 mesh, tidak memiliki zonasi dalam reaktornya seperti halnya fixed bed, reaksi kimia pencampuran partikel batubara dan gas terjadi dalam kondisi dispersi isotermal dan dalam bentuk seperti liquid, temperatur yang dibutuhkan sekitar 700 hingga 900 derajat Celcius. Partikel debu yang terbentuk akan dibawa sebagian besar oleh gas dan dikeluarkan melalui bagian atas, serta dipisahkan di dalam cyclone setelahnya. Lalu dengan undergound coal gasification juga dapat dilakukan dan umumnya telah dikembangkan di berbagai negara, sebagaimana yang dikembangkan oleh Nordic Oil and Gas. Pada prosesnya, dilakukan pemboran dua atau lebih lubang bor yang menembus lapisan batubara, lalu dilakukan pembakaran di dalam batubara dengan menginjeksi udara atau oksigen. Hasil dari gas yang tertekan di dalam lapisan batubara tersebut dipompa keluar melalui lapisan batuan impermeable melalui lubang bor lainnya. Proses ini tampaknya mudah, tetapi membutuhkan berbagai aturan penunjang lainnya, seperti impermeable seam di bagian atas lapisan batubara.
Contoh gasifier fluidized-bed gasification (berbagai sumber) |
Gasifikasi batubara dapat dikatakan salah satu upaya konversi yang menguntungkan karena efisiensi yang dihasilkan dari power plantnya akan membentuk gas yang realtif bersih seperti gas alam biasa (LNG), jumlah karbon dioksida yang terbentuk jauh lebih sedikit (<60%) dibandingkan PLTU biasa, gas bisa langsung digunakan untuk menggerakan turbin, pans yang dihasilkan selama proses gasifikasi buatan tersebut dapat digunakan untuk menggerakan turbin-generator uap. Akibatnya, mereka akan menghasilkan produk 50% lebih efisien bahkan lebih dibandingkan hanya dengan menggunakan batubara asli (raw materials). Metode ini dikenal sebagai combined cycle. Bagi lingkungan, selain gas karbon dioksid, partikulat emisi lainnya juga sangat kecil, seperti SOx, NOx, serta pada sulfur dapat dikonversi menjadi H2S yang dapat diolah dan dipakai industri.
No comments:
Post a Comment