2014-01-21

Tambang intan bawah laut!

Dalam postingan sebelumnya sudah digambarkan bagaimana sebaran eksplorasi bawah laut yang sedang dilakukan oleh beberapa negara. Target eksplorasi bawah laut sendiri tidak lain adalah mineral berharga seperti Au, Ag, Pt, Cu, Mn, dan lainnya. Permintaan yang semakin tinggi dari pasar, harga yang meningkat, perkembangan teknologi yang pesat dan faktor lainnya mendorong pengembangan tambang dilakukan ke area di bawah laut. Beberapa dari kita pernah mendengar Seafloor Massive Sulfide atau Black Smoker yang diduga akan berpotensi untuk jadi target penambangan selanjutnya untuk Cu dan Au setidaknya. Secara geologi keberadaan deposit di bawah laut memang menarik untuk dipelajari dan diketahui. Namun saat ini, secara ekonomis, masih terus dikembangkan untuk potensi penambangan atau mudahnya mengubah sumberdaya ini menjadi sebuah cadangan yang menguntungkan. 

Jadi, apakah operasi penambangan bawah laut sudah dilakukan? 
Jawabannya SUDAH!!!
Perkenalkan Peace in Africa. Ini adalah kapal penambangan Intan di dasar laut yang dilakukan di lepas pantai Afrika Selatan. Penambangan sudah berlangsung kurang lebih sejak 2007. Penambangan intan dilakukan pada sedimen bawah laut yang membawa intan dari deposit primernya. Apakah ekonomis? Jawabannya adalah Iya! Terbukti hingga sekarang tambang ini masih berjalan dan ada sekitar 3 kapal yang terus beroperasi 24 jam sehari dan 7 hari seminggu non-stop. Berikut video perkenalan tentang peace in africa. Hingga saat ini, kapal ini menjadi kapal penambangan terbesar yang pernah ada untuk penambangan bawah laut yang aktif berproduksi. 

Siapa pemain eksplorasi dunia?

Dalam postingan ini, dipasang gambar sebaran lokasi project explorasi yang berbuah hasil signifikan di 2013. Kanada, Australia dan Amerika masih menjadi top 3 sebagai investor terbesar untuk eksplorasi sumberdaya, khususnya mineral. Akan sangat mudah menemukan banyak junior companies yang berasal dari ketiga negara tersebut. Bisnis eksplorasi sendiri meskipun memiliki resiko yang tinggi atau bahasa sebagian orang "hanya menghabiskan uang" tetapi tetap menarik untuk dilakukan. Peningkatan kebutuhan akan sumber daya yang mengiringi peningkatan perkembangan ekonomi suatu negara, mendorong kegiatan eksplorasi menjadi suatu bisnis yang tetap harus ada. 

Pada 2013, total budget global untuk eksplorasi turun hingga 29% dibandingkan 2012 (SNL reports). Kanada menjadi negara yang paling besar mengalokasikan budget untuk eksplorasi menggantikan Australia yang bertengger sejak tahun 2002. Beberapa negara bahkan merangkak naik menjadi top global exploration district. Jadi, siapa saja yang bermain dieksplorasi dunia?
Cek langsung di website berita mining.com untuk informasi lebih lanjut ya. 

2014-01-03

Timah di Bangka

Indonesia masuk dalam wilayah world’s tin belt (sabuk timah dunia). Cadangan timah di Indonesia banyak terdapat di daerah utara Sumatera yang termasuk dalam jalur granit yang terdapat memanjang daerah Asia Tenggara. Keterdapatan timah terbesar di Indonesia berada di daerah Bangka Belitung. Keadaan geomorfologi Pulau Bangka dan Belitung didominasi oleh dataran rendah yang merupakan endapan aluvial dan rawa. Di beberapa lokasi, khususnya di bagian utara Pulau Bangka, terdapat perbukitan tererosi dengan litologi batuan penyusun berupa batuan granit. Keberadaan tambang timah di Indonesia sendiri telah ada sejak 1950an. Penambangan awal dimulai oleh penduduk Cina yang dijadikan pekerja di daerah Bangka Belitung. Semua persebaran tambang timah Indonesia berada pada sepanjang sabuk timah daerah pantai timur Sumatera. 

Timah diperoleh terutama dari endapan mineral kasiterit (SnO2) yang terbentuk sebagai oksida dan memiliki mineral asosiasi berupa mozanit dan wolfranit. Mineral kasiterit sendiri biasanya terkandung dalam batuan granit, dimana dalam publikasi Zwiersycky (1920) menjelaskan bahwa Pulau Bangka memiliki kandungan litologi batuan granit dalam 2 generasi, generasi pertama adalah generasi granit tua yang tidak memiliki kandungan kasiterit dan terdapat di daerah yang relatif landai/rendah, sedangkan generasi granit muda membawa kandungan kasiterit yang umumnya terdapat pada medan perbukitan tererosi.

Granit di Bangka dan di Belitung oleh Hutchison (1989) dimasukkan ke dalam Jalur Timah berumur Permo-Trias sebagai hasil magmatisme yang berhubungan dengan subduksi danpost-collision.Secara Regional, Pulau Bangka sendiri terletak di jalur sabuk granit yang memanjang dari Yunan (China), menyambung melaui myanmar, Thailand, semenanjung Melayu sampai ke Kepulauan Indonesia, atau dalam publikasi Van Bemmelen (1949) disebutkan bahwa kedua Pulau tersebut berada di jalur Jurassic Granites Intrusions of the Malayan tin-belt. 

Tipe endapan timah yang terdapat pada sabuk tersebut dapat dibagi menjadi 5 buah tipe endapan kasiterit (SnO2), yaitu :
  1. Magmatic Dissemination
  2. Pegmatic dan Apliet
  3. Cebakan Kontak Metamorf
  4. Cebakan Hidrotermal
  5. Endapan Sekunder

Mendala Timah

Mendala metalogenik merupakan istilah yang menggambarkan informasi umum keterdapatan suatu tipe endapan. Bahasa sederhananya bisa dikatakan sebagai provinsi endapan tersebut. Istilah ini mewakili pertanyaan mengapa endapan timah hanya ditemukan di Indonesia bagian barat atau nikel laterit hanya ditemukan di Indonesia bagian timur. Mendala merupakan bagian informasi geologi tentang pembentukan endapan tersebut, seperti contohnya dalam tulisan ini tentang timah. Di Indonesia, kita hanya menemukannya di daerah Kepulauan Bangka Belitung dan sebagian Kalimantan Barat saja.

Secara geologi, daerah Kepulauan Bangka Belitung termasuk dalam jalur timur (eastern province) granit Asia Tenggara. Jalur ini berumur Karbon, Perm dan Trias serta  kaya dengan kandungan timah (Cobing, 1992). Granit ini terbentuk pada saat orogenesa Trias yang mengangkat batuan granit ke permukaan sebagai satu rangkaian pulau-pulau timah yang membujur dari daratan Thailand Malaysia hingga Bangka Belitung, jalur timah ini dikenal sebagai Tin Belt of Sumatera yang kemudian dikenal sebagai jalur granit Asia Tenggara. Mineral-mineral terkandung yang didominasi oleh timah dan mineral berat tersebut berasal dari batuan granit pada pulau-pulau timah yang terdapat di sekitar perairan utara Sumatera yang telah mengalami deformasi dan pelapukan. 

Granite province South East Asia.
Sejarah tektonik Pulau Sumatera berhubungan erat dengan pertumbukan antara lempeng India-Australia dan Asia Tenggara, sekitar 45,6 Juta tahun lalu mengakibatkan perubahan sistematis dari perubahan arah dan kecepatan relatif antar lempengnya berikut kegiatan ekstrusif yang terjadi. Proses tumbukan ini mengakibatkan terbentuknya banyak sistem sesar geser di bagian sebelah timur India, untuk mengakomodasikan perpindahan massa secara tektonik. Selanjutnya sebagai respon tektonik akibat dari bentuk melengkung ke dalam dari tepi lempeng Asia Tenggara terhadap Lempeng Indo-Australia, besarnya slip-vector ini secara geometri akan mengalami kenaikan ke arah barat laut sejalan dengan semakin kecilnya sudut konvergensi antara dua lempeng tersebut.

Keadaan Pulau Sumatera menunjukkan bahwa kemiringan penunjaman, punggungan busur muka dan cekungan busur muka telah terfragmentasi akibat proses yang terjadi. Kenyataan menunjukkan bahwa adanya transtensi (trans-tension) Paleozoikum pada tektonik Sumatera menunjukkan adanya tiga bagian pola. Bagian selatan terdiri dari lempeng mikro Sumatera, yang terbentuk sejak 2 juta tahun lalu dengan bentuk, geometri dan struktur sederhana, bagian tengah cenderung tidak beraturan dan bagian utara yang tidak selaras dengan pola penunjaman.

Kompleksitas tatanan geologi Sumatera, perubahan lingkungan tektonik dan perkembangannya dalam ruang dan waktu memungkinkan sebagai penyebab keanekaragaman arah pola vektor hubungannya dengan slip-rate dan segmentasi Sesar Sumatera. Hal tersebut antara lain karena (1) perbedaan lingkungan tektonik akan menjadikan batuan memberikan tanggapan yang beranekaragam pada reaktivasi struktur, serta (2) struktur geologi yang lebih tua yang telah terbentuk akan mempengaruhi kemampuan deformasi batuan yang lebih muda.

Proses pembentukan timah terjadi akibat zona tumbukan di jalur granit, yang akan menyebabkan partial melting menuju permukaan. Zona tumbukan dibagi menjadi 2 tipe :
  • Tipe  I, tipe ini terjadi di daerah tumbukan yang mengakibatkan partial melting.
  • Tipe S, tipe ini terjadi di daerah tumbukan yang memiliki P dan T yang sangat tinggi sehingga akan terjadi proses Partial Melting lebih cepat.
Tipe I dan S di zona tumbukan pada jalur granit.
Mineral yang ikut terbentuk pada saat timah terintrusi yaitu mineral tungsten, pada prinsipnya timah terbentuk dari proses mineralisasi dari batuan granit, pada zona jalur granit ini akan ditemukan zona subduksi yang menyebabkan fase-fase pembentukan mineral yaitu magmatik cair, pegmatik, pneumatolitik dan hydrothermal.

Bagaimana nikel laterit terbentuk?

Nikel mempunyai sifat tahan karat. Dalam keadaan murni, nikel bersifat lembek, tetapi jika dipadukan dengan besi, krom, dan logam lainnya, dapat membentuk baja tahan karat yang keras yang biasa dipakai untuk peralatan makan, ornamen gedung, maupun bahan konstruksi. 

Ditinjau dari bentuk endapannya, nikel dibagi menjadi 2 yaitu nikel laterit dan nikel sulfida. Bijih nikel laterit merupakan salah satu sumber bahan logam nikel yang banyak terdapat di Indonesia, diperkirakan mencapai 11% cadangan nikel dunia. Nikel laterit merupakan sumber bahan tambang yang sangat penting, menyumbang terhadap 40% dari produksi nikel dunia. Endapan nikel laterite terbentuk dari hasil pelapukan yang dalam dari batuan induk dari jenis ultrabasa, berkaitan dengan mobilitas unsur – unsur penyusun source rocknya. Umumnya terbentuk pada iklim tropis sampai sub-tropis. Negara penghasil nikel laterit di dunia diantaranya New Caledonia, Kuba, Philippines, Indonesia, Columbia dan Australia. 

Nikel laterit di Sulawesi dari link ini.
Pada umumnya bijih nikel laterit terbentuk di bagian atas kompleks Ophiolit (komposisi lempeng samudera yang bersifat ultra mafic). Akibat adanya pengangkatan secara tektonik, batuan induknya menjadi memiliki relief permukaan, air tanah yang dalam dan memiliki sesar dan kekar serta fractures. Hal ini menyebabkan tersedianya media untuk aliran air yang berpengaruh pada intensitas pelapukan.

Batuan induk dari nikel laterit adalah ultrabasa dengan rata-rata kandungan Ni 0,2% yang terdapat pada kisi-kisi kristal olivin dan piroksen (“Vinogradov”). Proses awal yang dialami oleh batuan induk adalah proses serpentinisasi. Serpentinisasi akibat pengaruh larutan hydrothermal pada akhir pembekuan magma telah mengubah batuan ultrabasa menjadi serpentinnit atau peridotit terserpentinkan. Batuan ini sangat mudah terpengaruh oleh pelapukan lateritik. 

Secara geologis, batuan ultra basa diketahui mengandung sejumlah kecil nikel yang terikat dengan silika. Oleh karena adanya proses pelapukan batuan, maka ikatan tersebut mudah terurai sehingga akan terjadi penghilangan silikat di satu sisi, dan terjadi pengkayaan nikel pada lapisan atau horison tertentu pada hasil pelakukan batuan tersebut.

Pengaruh iklim tropis mengakibatkan proses pelapukan yang intensif, sehingga beberapa daerah di Indonesia memiliki profil laterit (produk pelapukan) yang tebal. Bijih nikel laterit tersebut tersebar di kawasan bagian timur Indonesia. Persebaran ini tidak terlepas dari pengaruh tatanan tektonik. Tatanan geologi Indonesia dianggap unik dan rumit. Banyak ahli geologi yang berusaha menjelaskan fenomena tersebut, baik dengan menggunakan pendekatan teori tektonik klasik maupun tektonik global.

Sebaran ophiolites di Indonesia.
Mewakili contoh pemikiran tektonik klasik, Van Bemmelen (1933) menggunakan Teori Undasi dalam menjelaskan keberadaan jalur-jalur magmatik yang menyebar secara ritmik menerus dari Sumatera ke Kalimantan barat dan Kalimantan. Berikutnya, Westerveld (1952) merekontruksikan jalur orogen di Indonesia dengan menggunakan pendekatan konsep geosinklin. Hasilnya adalah terpetakan lima jalur orogen dan satu komplek orogen yang ada di Indonesia.

Menurut pemikiran tektonik global, konfigurasi saat ini merupakan representasi dari hasil kerja pertemuan konvergen tiga lempeng sejak jaman Neogen, yaitu: lempeng samudera Indo-Australia, lempeng samudera Pasifik, dan lempeng benua Asia Tenggara. Tatanan tektonik Indonesia bagian barat menunjukkan pola yang relatif lebih sederhana dibanding Indonesia timur. Kesederhanaan tatanan tektonik tersebut dipengaruhi oleh keberadaan daratan Sunda yang relatif stabil. Sementara keberadaan lempeng benua mikro yang dinamis karena dipisahkan oleh banyak sistem sangat mempengaruhi bentuk kerumitan tektonik Indonesia bagian timur. Berdasarkan konsep ini pula di Indonesia terbentuk tujuh jalur orogen, yaitu jalur-jalur orogen: Sunda, Barisan, Talaud, Sulawesi, Banda, Melanisia dan Dayak. 

Neutron logging

Neutron logging
Logging neutron memiliki prinsip yang hampir sama dengan logging gamma – gamma (density logging). Neutron log mengukur jumlah atom hidrogen dalam formasi. Alat log menembakan formasi dengan neutron berenergi tinggi. Neutron ini akan bergerak bebas dalam formasi, kehilangan energi dan memancarkan gamma rays berenergi tinggi. Tumbukan yang bebas ini terjadi karena adanya atom hidrogen. Energi terukur sebanding dengan jumlah atom hidrogen yang ada dalam formasi. 

Dalam formasi yang memiliki banyak atom hidrogen, neutron akan melemah dan terserap dengan cepat pada jarak yang pendek. Akibatnya, energi terpancar cukup rendah sehingga perhitungan ini akan mengindikasikan batuan dengan porositas tinggi. Oleh karena itu, metode ini disebut juga sebagai indeks porositas. Pada logging ini akan menunjukkan kurva tinggi pada lapisan batubara karena adanya kandungan karbon yang tinggi. Neutron log akan dipengaruhi oleh ukuran diameter lubang bor sehingga perlu dikombinasikan dengan caliper log dan gamma ray log. 

CNL konsep
Peralatan neutron logging terdiri atas gamma ray/neutron tool (GNT); sidewall neutron porosity tool (SNP); dan compensated neutron log (CNL). GNT memiliki satu sumber neutron dan detektor tunggal yang sensitive terhadap penangkapan energi gamma yang tinggi dan thermal neutron yang tidak beraturan. Peralatan ini dapat digunakan pada lubang bor dengan casing (cased holes) dan tidak. SNP digunakan untuk open holes saja. Alat ini memiliki satu sumber dan detektor tunggal dengan spasi 16 inch yang dipasang pada dinding lubang bor. CNL digunakan untuk pengukuran yang sensitif pada thermal neutrons dan dipengaruhi oleh adanya chlorine. Peralatan ini memiliki dua detektor, yang berjarak 15 inch dan 25 inch dari sumber.

Hasil neutron logging

Gamma – gamma logging (density logging)

Konsep metode density logging
Pengukuran degan gamma – gamma logging adalah mengukur bulk density (densitas ruah) dari batuan di sekitar lubang bor. Prinsip yang digunakan adalah dengan mengukur emisi gamma yang terinduksi dari batuan setelah dilakukan penembakan dari alat ke dalam lubang pemboran. Efek ini disebut sebagai Compton scattering. Energi partikel (foton) saling menumbuk satu dengan lain dengan electron pada fromasi sehingga foton kehilangan energinya. Oleh karena itu, semakin padat batuan, maka semakin banyak sinar gamma yang terabsorpsi dan tidak dipancarkan kembali. Hal ini karena keberadaan elektron yang semakin banyak untuk menumbuk foton. Gamma – gamma rays yang terpancarkan akan terukur dalam gram/cm3. Dengan demikian, metode ini juga sangat membantu dalam mengetahui porositas.

Kebanyakan batubara memiliki densitas yang rendah dibandingkan batuan sekitarnya. Oleh karena itulah, metode ini sangat membantu dalam menentukan keberadaan lapisan batubara. Metode ini dapat mengidentifikasi nilai densitas formasi pada variasi yang detil. Akan tetapi, metode ini harus dilakukan pada lubang bor tanpa casing dan dipengaruhi oleh perubahan ukuran diameter lubang bor. Akibatnya, diperlukan kombinasi dengan metode lainnya, seperti caliper log untuk membantu dalam identifikasi hasil logging. Selain itu juga, logging ini dilakukan bersamaan dengan gamma ray logging. 

Hasil logging Density Log dengan metode logging lainnya

Gamma logging

Metode radioactivity memanfaatkan sifat keradioaktifan alami lapisan batuan dan kemampuan lapisan dalam memancarkan kembali stimulus radioaktif yang diberikan selama pengukuran. Metode radioactivity terdiri dari gamma logging, gamma – gamma logging (density logging) dan neutron logging. Dalam penggunaannya, metode ini dikombinasikan dengan metode lainnya, seperti resistivity. 

Hasil Logging Gamma Ray 
Gamma logging memanfaatkan radiasi gamma alami yang dimiliki formasi pada batuan. Nilai yang terbaca pada alat gamma ray log merupakan akumulasi perekaman terhadap jumlah total radiasi yang dihasilkan semua unsur radioaktif dalam batuan. Meskipun bacaan adalah hasil akumulasi, setiap material radioaktif memiliki intensitas energi yang berbeda – beda dan ini dapat diselidiki dengan gamma ray spectroscopy. Unsur – unsur yang biasanya terukur adalah Uranium, Thorium, Pottasium, dan Radium. 

Gamma Ray Logging
Metode ini sangat membantu dalam logging. Kelebihan metode ini yaitu (a) tidak membutuhkan fluida pemboran; (b) tidak sensitif terhadap perubahan diameter lubang; dan (c) dapat menyelidiki lapisan dibalik casing. Hal ini sangat membantu dalam penyelidikan lapisan batubara di bawah permukaan. Gamma ray logging juga dapat mendeteksi keberadaan parting pada lapisan batubara yang rata – rata sangat tipis. Resolusi vertikal gamma logging berbanding terbalik dengan kecepatan logging untuk peralatan yang sama. Pada hasil logging disajikan dalam dua bentuk, yaitu logging dalam bentuk jumlah keseluruhan material radioaktif terukur dan dalam bentuk material radioaktif  tertentu, seperti Uranium, Thorium dan Potasium saja.

Metode gamma logging digunakan dalam berbagai keperluan. Pertama, metode ini digunakan dalam menentukan lapisan batuan, terutama antara pasir, shale dan mineral lainnya. Dalam hal ini digunakan bantuan berupa grafik pergerakan unsur radioaktif terukur. Kedua, metode ini digunakan dalam mengidentifikasi formasi karbonatan dan evaporit terhadap shale. Keempat, penggunaan metode ini untuk mengindentifikasi ketidakselarasan, korelasi antar lubang bor, keberadaan batuan beku, dan untuk studi diagenesis. Selanjutnya, metode ini digunakan untuk mempelajari sedimentologi dan identifikasi rekahan yang terjadi di bawah permukaan. Manfaat lainnya adalah mengidentifikasi besarnya pelepasan energi radioaktivitas yang terjadi di bawah permukaan.

Tabel identifikasi dalam pembelajaran sedimentologi

Induced polarization logging

Konsep dalam IP logging
Teknik Induced polarization biasanya digunakan untuk mencari keberadaan mineral dan dapat juga dimanfaatkan pada logging lubang bor. Pada Induced Polarization (IP) menggunakan transmitter untuk mengaliri arus tinggi pada tanah, lalu transmitter dimatikan pada batas tertentu. Perubahan potensial selama kurun waltu tertentu inilah yang diukur. IP dapat mengukur variasi resistivity dengan frekuensi tertentu dan menyediakan interpretasi unik terhadap material terpolarisasi, seperti clay, grafit dan mineral logam. 

Penggunaan pada logging lubang bor, loop utama menginduksikan arus ke batuan dibalik dinding lubang bor. Arus yang mengalir mengakibatkan perubahan muatan pada partikel konduktif seperti bijih sulfida dan material karbon, seperti batubara. Waktu pengurangan muatan adalah refleksi dari perubahan potensial. IP dapat digunakan untuk mendeteksi zona alterasi dan arahan umum proses redoks dalam penggunaan untuk mineral. Pada batubara, dapat digunakan untuk menentukan rank batubara secara in situ. 

Hasil interpretasi bawah permukaan dengan penggunaan konsep IP

SP logging

Dalam elektrik logging, salah satunya adalah SP logging. SP logging biasa digunakan bersamaan dengan resistivity logging. SP (Spontaneous Potential) logging mengukur beda potensial alami yang terjadi antara lubang bor dan permukaan yang tidak berarus. Beda potensial muncul dari perbedaan yang besar dari energi electrochemical dan electrokinetic. Perbedaan energi ini muncul dari adanya perbedaan muatan yang ada pada lubang bor dan fluida formasi yang mengakibatkan aliran arus spontan. 

Dalam penggunaannya, SP logging membutuhkan syarat sebagai berikut, yaitu : (a) adanya fluida bor dalam lubang; (b) adanya perselingan lapisan antara lapisan yang porous dan permeable atau antara lapisan dengan porositas lemah dan impermeable; dan (c) perbedaan salinitas antara fluida bor dan formasi, meskipun pada kenyataannya kejadian ini jarang terjadi karena perbedaan fluida lebih menyebabkan perbedaan tekanan.

Komponen SP logging

SP logging terdiri dari 4 macam komponen. Komponen ini akibatkan terjadi energi electrochemical dan electrokinetic. Electrochemical berkaitan dengan perbedaan yang disebabkan adanya perbedaan salinitas pada lumpur pemboran dan air formasi. Electrokinetic terjadi akibat adanya aliran lumpur pemboran pada lapisan yang porous dan permeable. Ini akan bergantung pada besarnya resistivity dari lumpur dan menjadi penting jika adanya perbedaaan tekanan dengan formasi. Komponen yang biasa digunakan dalam SP logging adalah elektrode yang dihubungkan dengan bumi dan bagian lainnya mengukur potensial DC. Selain itu, juga dibutuhkan baterai 1.5 Volt untuk membantu dalam pengukuran beda potensial pada skala yang benar. 

Hasil SP Log. SP logging diukur pada milivolt (mVolt) dan tidak memiliki skala yang absolut.
SP logging dimanfaatkan untuk (a) mendeteksi lapisan permeable; (b) mengukur nilai Rw; (c) mengindikasi shale pada formasi; dan (d) korelasi perlapisan. Pada SP log terbatas untuk beberapa mineral tertentu, sehingga dapat membantu deteksi pengenalan mineral. Sebagai contoh, yang digunakan pada batubara, pirit, riolit, dan lempung. Dalam penggunaan untuk korelasi, lubang bor harus berdekatan dan menggunakan fluida pemboran yang sama, serta salinitas formasi yang konstan antar lubang bor.

Resistivity and conductivity logging

Logging resistivity dilakukan berdasarkan konsep konduktivitas material terhadap aliran arus yang diberikan. Kondisi ini merupakan fungsi dari geometri dari arus searah dan tahanan intrinsik material. Tahanan jenis material memiliki rentang dari sangat tinggi hingga sangat rendah, seperti lempung. Pengukuran yang dilakukan adalah untuk mengukur tahanan jenis yang terbentuk karena adanya kontak dari peralatan resistivity yang mengalirkan arus ke dalam batuan. Keseluruhan logging resistivity diperhitungkan secara matematis melalui persamaan Archie dan Hukum Ohm. Hukum Archie berhubungan dengan tahanan jenis formasi dalam keadaan kering maupun jenuh, porositas formasi, dan derajat kejenuhan dari setiap fluida yang ada. Dalam penyelidikan resistivity logging, dibutuhkan dua elektrode arus, elektrode potensial, dan sumber arus yang akan menginjeksikan arus selama penyelidikan. 

normal logging
  
lateral logging
Logging resistivity terdiri dari 3 macam konfigurasi dalam perekamannya. Ketiganya adalah short normal (16inch normal), long normal (64inch normal), dan lateral logging (64inch lateral). Penamaan tersebut berkaitan dengan spasi dan konfigurasi elektroda yang terpasang pada peralatan penyelidikan. Perbedaan pada konfigurasi akan memiliki perbedaan faktor geometri yang sangat bergantung pada pemasangan elektrodanya. Faktor geometri ini akan dihitung secara teoritis dan diperiksa saat kalibrasi. Secara teoritis, untuk dasar perhitungan konfigurasi disebut sebagai normal logging devices. Jarak antara electrode AM (spasi) menjadi dasar pembagian untuk short normal dan long normal. Short normal memiliki spasi 16 inch dan long normal 64 inch. Hal ini akan berkaitan dengan kedalaman penetrasi dari arus ke dalam formasi. Semakin besar spasinya, maka semakin dalam penetrasi yang diperoleh. Akan tetapi, resolusi hasil yang diperoleh makin rendah. 

Konfigurasi normal dan lateral berkaitan dengan pemasangan elektrode potensial (MN) dan elektrode arus (AB) yang digunakan. Pada konfigurasi normal, elektrode B dan N dipasang tetap terhadap elektrode A dan M yang bergerak selama injeksi arus dan pengukuran potensial pada lubang pemboran. Pada konfigurasi lateral, elektrode arus AB dan elektorde potensial MN dipasang berdekatan dengan spasi tertentu untuk elektrode A-M selama penyelidikan di sepanjang lubang bor.

Kurva akan merekam ketahanan setiap batuan terhadap aliran arus searah yang diberikan. Secara umum, batubara memiliki tahanan yang tinggi terhadap arus dibandingkan batuan lain di formasinya. Kurva ini akan membantu dalam korelasi lapisan batubara yang teridentifikasi. 
Conductivity logging
Serupa dengan resistivity logging, conductivity memanfaatkan signal induksi elektromagnetik sebagai media. Logging ini biasanya digunakan pada lubang bor yang resistif karena terlalu banyak gas, lumpur, maupun air. Pada alat logging conductivity terdiri dari transmitter dan receiver. Transmitter memiliki kumparan yang menginjeksikan arus pada amplitude konstan (20 kHz). Akibatnya, medan magnet di sekitar sonde akan terinduksi sehingga menghasilkan arus elektromagnetik yang akan pengaruhi batuan sekitarnya dan dicatat oleh receiver. Signal yang diterima dan terukur adalah sebanding dengan konduktivitas formasi. 

Sonic logging

Long spacing sonic tool
Logging sonic dilakukan dengan memanfaatkan transmisi gelombang seperti gelombang P yang ditangkap oleh batuan di dinding lubang. Sumber akan mentransmisi gelombang sonic ke sekitar lubang bor. Prinsip alat ini adalah dengan mencatat kecepatan pergerakan gelombang sonic yang direfleksikan dan ditangkap oleh receiver. Hasilnya akan tercatat sebagai bentuk waktu tiba pertama (interval transit time). Waktu tiba yang panjang mengindikasikan bahwa kecepatan pun rendah dan sebaliknya. Kecepatan gelombang sonic bergantung pada litologi dan porositas batuan yang menerima transmisi sumber. Metode ini dapat merekam perubahan kecepatan dengan detail. Batubara cenderung untuk memiliki waktu tiba yang lebih panjang dibandingkan batuan sampingnya. Akan tetapi, nilai yang teridentifikasi dari suatu lapisan batubara bergantung pada genesa pembentukannya.


Alat sonic log terdiri dari dua bagian, yaitu transmitter dan receiver sebanyak dua atau lebih. Kedua bagian ini terpisah oleh rubber connector untuk mengurangi besarnya transmisi langsung dari energi akustik sepanjang peralatan dari transmitter ke receiver. Peralatan sonic log yang dikenal ada 4 macam, yaitu early tools, dual receiver tool, borehole compensated sonic tool (BHS), dan long spacing sonic tool (LSS). Akan tetapi, secara umum yang digunakan adalah borehole compensated sonic tool (BHS) dan long spacing sonic tool (LSS). 

Long Spacing Sonic Tool section
Sonic logging cenderung digunakan untuk mengukur porositas, terutama untuk mengindentifikasi litologi dengan porositas yang kecil dan mengkoreksi hasil penyelidikan dengan seismik. Dalam prakteknya, penggunaan sonic logging dapat dimanfaatkan untuk (a) mengkalibrasi informasi pengujian seismik; (b) menentukan porositas; (c) mengkorelasikan stratigrafi; (d) identifikasi litologi; (e) identifikasi rekahan; (f) identifikasi kompaksi; (g) identifikasi tekanan berlebih; dan (f) identifikasi source rock untuk penyelidikan minyak bumi. 

Alat sonic log terdiri dari dua bagian, yaitu transmitter dan receiver sebanyak dua atau lebih. Kedua bagian ini terpisah oleh rubber connector untuk mengurangi besarnya transmisi langsung dari energi akustik sepanjang peralatan dari transmitter ke receiver. Secara umum, peralatan sonic logging ada borehole compensated sonic tool (BHS) dan long spacing sonic tool (LSS). Borehole compensated sonic tool (BHS) mengatasi secara otomatis masalah yang timbul akibat kesalahan penempatan alat dan variasi ukruan dari lubang yang diatasi dengan dua receiver tools. Alat ini memiliki dua transmitter dan empat receiver. 

Hasil logging Borehole Compensated Sonic 
Transmitter dipasang berlawanan pada kedua ujung sistem dan receiver diapit di bagian tengah. Akibatnya, dalam sekali pembacaan, dapat dilakukan 5 pengukuran per detiknya. Long spacing sonic dipasang pada kondisi transmitter dan receiver yang berurutan dan  penempatan yang tepat untuk jarak (spasi) yang lebih panjang untuk kedua bagian ini. Dalam pembacaannya, akan terdapat pembacaan panjang dan pembacaan pendek sesuai spasi yang ditetapkan.

Caliper logging

Caliper logging
Caliper log adalah alat untuk mengukur diameter dan bentuk suatu lubang bor. Alat ini memiliki 2, 4 atau lebih lengan yang dapat membuka di dalam lubang bor. Pergerakan lengan – lengan ini pada lubang akan diubah menjadi signal elektrik oleh potentiometer. Dalam sebuah lubang bor, diameter bersifat heterogen dari atas hingga dasar karena adanya efek tekanan dari lapisan batuan yang berbeda – beda akibat gaya tektonik. Kondisi ini yang menjadikan perbedaan dalam jumlah lengan caliper. Pada lubang yang lebih oval, dua lengan caliper akan saling mengunci pada sumbu terpanjang dari oval, sehingga akan memberikan hasil diameter yang lebih besar dibandingkan seharusnya. Akibatnya, diperlukan caliper dengan lengan yang lebih banyak.

Hasil logging caliper diplot pada suatu track yang menggunakan ukuran drilling bit sebagai perbandingan atau dengan menggambarkan selisih hasil pembacaan caliper terhadap ukuran bit diameter. Pada grafik logging, dapat ditemukan titik tertentu yang mengindikasikan volum dari lubang bor. Informasi berguna dalam mengestimasi jumlah lumpur pemboran di dalam lubang bor dan jumlah semen yang dibutuhkan untuk casing lubang. Dalam memenuhi kebutuhan ini, terdapat perhitungan matematis untuk memperolehnya. 
Hasil logging dengan caliper

Secara umum, caliper logging dapat digunakan untuk kebutuhan sebagai berikut : (a) membantu interpretasi litologi bawah permukaan; (b) indikator zona permeabilitas dan porositas akibat adanya mudcake; (c) menghitung tebal mudcake; (d) menghitung volume lubang bor; (e) menghitung kebutuhan semen untuk casing; (f) indikasi kualitas lubang bor; dan (g) membantu menentukan formasi terkonsolidasi dan kedalaman pemasangan casing, dan lain sebagainya.

Logging di Explorasi Batubara

Dalam kegiatan eksplorasi batubara, dilakukan survei geofisika berupa logging pada lubang – lubang bor eksplorasi. Logging geofisika digunakan untuk melihat kondisi bawah permukaan dengan bantuan seperangkat alat tertentu yang memanfaatkan sifat fisik dari formasi batuan. Logging geofisika (borehole geophysics logging) merupakan ilmu merekam dan analisis pengukuran sifat fisik dari sumur atau lubang bor. Secara spesifik, metode ini digunakan untuk mengumpulkan informasi konstruksi sumur (bukaan), litologi batuan dan rekahan, permeabilitas dan porositas dan kualitas air. Dalam satu sistem logging geofisika terdiri atas beberapa alat penyelidikan, kabel, penggambar output, power, data recorder, dan processing modules. Dalam satu kali penyelidikan, biasanya dilakukan pencatatan untuk beberapa log sekaligus. 

Logging bor diperlukan dalam eksplorasi batubara untuk membantu menyediakan informasi  in situ dan kontinu dari suatu lokasi. Hasil dari sebuah logging dapat membantu memperkuat hasil sampel pemboran. Secara umum, logging geofisika untuk lubang bor terdiri atas caliper, gamma, single – point resistance, spontaneous potential, normal resistivity, electromagnetic induction, fluid resistivity, temperature, television, acoustic televiewer dan lainnya. 

Secara umum, kombinasi metode logging yang digunakan dalam eksplorasi batubara adalah electric log (spontaneous potential, normal and lateral log, dan focusing electrode-induction logs), gamma ray log, density log, neutron log dan acoustic velocity log. Dalam kegiatan logging yang ada dilakukan kombinasi penggunaan metode logging untuk saling memperkuat hasil identifikasi dari metode lainnya. Setiap metode log memiliki keterbatasan terhadap identifikasi bawah permukaan. Misalnya, dengan satu jenis metode log, batuan A dapat teridentifikasi, akan tetapi batuan B tidak. Hal seperti ini, banyak terjadi dalam eksplorasi batubara ketika membedakan batugamping yang sangat resistif pada log resistivity atau batupasir kuarsa murni pada log gamma terhadap batubara. Keberadaan beberapa metode logging dapat membantu memperkuat identifikasi batubara pada perlapisan. Kondisi ini juga tidak melupakan aplikasi terhadap pemahaman perlapisan bawah permukaan (stratigrafi) berdasarkan kondisi geologi yang ada. 

Berikut akan dibahas beberapa metode geofisika logging yang dapat dipakai dalam eksplorasi batubara.
A. Metode mekanis
  • Caliper logging
  • Sonic logging
B. Metode elektrik
  • Resistivity and conductivity logging
  • Spontaneous potential (SP) logging
  • Induced polarization (IP) logging
C. Metode radioaktif
  • Gamma ray logging
  • Gamma – gamma logging (density logging)
  • Neutron logging
Selanjutnya dilihat di postingan berikutnya. Materi dan informasi yang diperoleh berasal dari Geophysical Well Logging by Prame, Chopra, Eva Papp, and David Gibson, serta Petrophysics MSc Course Notes.

Peak oil?

Pernah mendengar istilah peak oil? Ketika kita membicarakan masalah energi itu sendiri, pernahkah mendengar istilah yang menjadi tantangan ke depannya umat manusia. Pernah kah kita memikirkan tentang life time  untuk cheap energy di saat kebutuhan energi terus meningkat? Kita tidak hanya dihadapkan dengan permasalahan akibat penggunaan energi itu sendiri tetapi kita juga harus menghadapi berapa banyak penggunaan yang akan kita butuhkan ke depannya. Peak oil memiliki pengertian bahwa pencapaian produksi minyak bumi pada titik tertentu dan selanjutnya mengalami penurunan hingga resevoar tidak memproduksi kembali. 
Mengapa kita perlu tahu ini? Energi merupakan kebutuhan penting untuk kemajuan suatu negara. Setiap manusia membutuhkan energi untuk menggerakan perekonomian negaranya. Peningkatan pertumbuhan suatu negara, juga menunjukkan peningkatan kebutuhan sumber daya alamnya untuk memenuhi kebutuhan pembangunan negaranya. Sebagai contoh adalah Cina. 

Sebagai solusi apa yang kita bisa lakukan untuk itu? Yuk simak video ini. Mari kita mengambil bagian dalam generasi penerus. 

Video batuan piroklastik

Belajar tentang batuan piroklastik, akan sangat menyenangkan ketika kita langsung melihat bentuk aslinya yang fresh  dari sumbernya. Berikut dalam video ini menggambarkan kegiatan gunung api, kalau tidak salah Gunung Merapi saat erupsi. dalam video tampak bagaimana aliran piroklastik dan batuan piroklastik lainnya juga ikut terbentuk keluar dari badan batuan gunung api. Terima kasih untuk pemilik videonya. 

Mineral Perthite

Perthite merupakan mineral hasil pendinginan yang tidak bercampur dari solid solution pembentuk k-feldspar dan plagioklas. Terkadang, pembentukan mineral adalah stabil pada suhu tinggi dan menjadi tidak stabil ketika terjadi penurunan suhu. Akibatnya, tidak terjadi pencampuran sehingga ada butir yang terbentuk terdiri blebs, patches (seperti tambalan) atau serabut  di antara  kedua mineral terbentuk. 

Perthite tumbuh sebagai intergrowth di antara pembentukan dua mineral K-Feldspar yang berbeda dalam satu batuan. Perthite biasanya terdiri dari vein atau garis dari feldspar pada mineral feldspar lainnya. Perthite dapat merupakan kombinasi albite yang bercampur dengan ortoklas (microcline).

Perthite dengan kristal plagioklas
perthite
Tipe perthite dapat dibagi berdasarkan :
  • asal pembentukannya, yaitu ada antiperthite dan mesoperthite. Antiperthite adalah perthite ini berasal dari K-feldspar (contoh microcline dan ortoklas) yang terbentuk pertama kali, lalu baru Na-feldspar (contoh albite dan oligoclase). Mesoperthite adalah perthite yang terbentuk berkebalikan dengan antiperthite. 
  • ukurannya, yaitu cryptoperthite, microperthite, dan macroperthite. Cryptoperthite merupakan perthite dengan ukuran yang sangat halus. Microperthite merupakan perthite yang ukurannya lebih besar dari cryptoperthite, dan dapat dilihat dengan mata telanjang. Macroperthite adalah perthite dengan ukuran paling besar.
  • tipe, yaitu perthite, amazonite-perthite, dan orthoclase-perthite. Perthite adalah pertumbuhan yang terjadi antara albite dan microcline. Amazonite-perthite adalah perthite yang tumbuh antara albite dan microcline hijau (amazonite). Orthoclase-perthite adalah perthite yang tumbuh antara albite dan orthoclase. 

Bagaimana intan terbentuk?

Genesa atau pembentukan dari endapan intan terbagi menjadi dua teori utama yang keduanya masih dipergunakan. Teori pertama menunjukkan bahwa intan merupakan fenokris yang sudah terbentuk saat magma dari astenosfer naik ke atas melalui pipe diatremenya. Teori kedua mengatakan bahwa intan merupakan kristal exotic (xenokris) yang membeku selama pergerakan mengisi pipe-diatreme. Fasies pembentukan endapan ini terdiri atas fasies crater, fasies diatreme, dan fasies hypabisal. Fasies crater terbentuk setelah letusan dalam pembentukan pipe-diatreme. Fasies diatreme adalah proses pendinginan dari magma yang naik langsung dari astenosfer. Fasies hypabisal terjadi pada bagian bawah, dekat dengan astenosfer, di mana terjadi pembentukan ‘root’ dari pipe yang berhubungan langsung dengan astenosfer. 

Pipe – diatreme terbentuk sebagai akibat letusan yang besar sehingga material dari mantle dalam yang berasal dari astenosfer ( > 200 km di bawah permukaan bumi) dan adanya proses degassing CO-CO2-H2-H2O yang terjadi di bawah tekanan 50 – 70 kbar dan suhu >1500 derajat Celcius. Karakteristik endapan tipe ini umumnya berasosiasi dengan batuan ultramafik, tumbuh stabil di mantel atas pada eklogite (komposisi garnet dan piroksen tinggi). Pembentukan intan dapat terjadi di mantel bagian atas sebagai adanya pengayaan karbon yang tinggi di mantel. Panjang pipe – diatreme ini adalah 2 km dengan lebar bukaan lubang eksplosif 100 – 200 m. pada daerah kimberlite, di sekitar lubang bukaan pipa, ditemukaan endapan tuff yang mengisi sekitarnya. 
Namun tidak semua diatreme dapat membawa intan. Hal ini didasarkan pada pengalaman eksplorasi di Afrika Selatan dan Kanada. Bagaimana dengan intan yang ditemukan di Indonesia? 

Litologi endapan skarn

Skarn merupakan endapan hidrotermal yang berasosiasi dengan batuan karbonatan seperti limestone atau dolostone. Endapan ini terbagi atas eksoskarn dan endoskarn. Eksoskarn terbentuk pada batuan sedimen yang berada di sekitar sumber panasnya, seperti magma atau fluida hydrothermal. Endoskarn terbentuk dalam intrusi batuan beku.

Deposit ekonomi terbesar dari endapan skarn berasal dari calcic-eksoskarn. Komposisi magnesium dan calcic skarn digunakan untuk menggambarkan komposisi dominan dari protolith dan menghasilkan mineral skarn. Kombinasi ini menunjukkan komposisi dominan yang ada, magnesian eksoskarn yang terdiri dari forsterite-diopside skarn terbentuk dari dolostone. Calc-silicate hornfels menggambarkan komposisi batu calc-silicate yang relatif fine-grained adalah hasil dari metamorfisme dari carbonate tidak murni, silty limestone atau calcareous shale. Calcic skarn yang terbentuk dari replacement pada batugamping, yang mengandung mineral - mineral seperti garnet (seri andradite-grossularite), klinopiroksin (diopside-hedenbergite), wollastone, scapolite, epidot dan magnetit. Skarn magnesium terbentuk dari replacement batuan dolomitik dan dicirikan oleh mineral-mineral seperti diopside, forsterit, serpentine, magnetite, talk pada lingkungan yang miskin silika; dan talk, tremolite-actinolit pada lingkungan yang kaya akan silikat. Skarn silika-pirit merupakan tipe ketiga yang berhubungan dengan tahapan dari alterasi-mineralisasi dan senantiasa berasosiasi dengan endapan porfiri.

Endoskarn juga menampilkan zonasi mineral yang dihasilkan dari tambahan progresif kalsium ke protolith batuan beku (biasanya dari granit ke gabro). Sebuah zonasi yang dihasilkan oleh marmer sebagai host rock berupa biotit - amphibole - piroksen -  garnet. K-feldspar menghilang namun plagioklas dapat bertahan dan akan terjadi semacam konvergensi metamorfisme antara kumpulan mineral endoskarn dan eksoskarn yang berdekatan sehingga kontak awal dengan intrusi batuan beku tidak dapat diketahui lagi batasnya. Menurut Einaudi & Burt (1982), dengan skarn yang terjadi dekat atau di atas puncak kubah plutonik, seperti halnya untuk skarn yang paling berhubungan dengan pluton tembaga porfiri dan skarns timah, endoskarn biasanya tidak ada. Oleh karena itu, pembentukan endoskarn terjadi di daerah - daerah dimana aliran fluida magma yang dominan ke dalam pluton atau ke atas bersama kontaknya dengan marmer, dibandingkan fluida yang mengakibatkan metasomatisme dan keluar sebagai aliran plutonik seperti dalam pembentukan endapan tembaga porfiri.
Skarn deposit model
Reaksi skarn dapat terbentuk dari isochemical metamorfisme dengan interlayer shale dan karbonat yang tipis. Transfer metasomatik dari komponen antara tiap litologi dapat terjadi dalam skala kecil. Skarnoid adalah term yang menggambarkan batuan calc-silicate yang relatif fine-grained, besi kurang, dan mencerminkan kontrol komposisi protolith. Skarnoid adalah peralihan intermediate antara metamorfik hornfles murni dan metasomatik, skarn coarse-grained.
Vein granet (merah) memotong pyroxene.
Dalam endapan skarn, juga tampak kehadiran urat, terutama pada endapan dangkal. Pada lingkungan seperti ini, kontrol patahan dan retakan jelas terhadap aktivitas hidrotermal bersamaan dengan pembentukan skarn dan mineral bijih. Hydrofracturing yang kuat berasosiasi dengan intrusi dangkal besar dapat meningkatkan permeabilitas host rock, baik batuan beku yang berhubungan dengan fluida metasomatisme, juga saat pendinginan, yaitu dengan fluida meteorik. Keberadaan urat ini harus dicatat saat eksplorasi untuk dip dan arahnya. 

2014-01-02

Macam - macam endapan Skarn

Skarn merupakan endapan hidrotermal yang berasosiasi dengan batuan karbonatan seperti limestone atau dolostone. Larutan hidrotermal bergerak ke atas dan mengintrusi area dengan dominasi batuan ini dan membentuk mineralisasi yang dikenal dengan endapan skarn. Skarn bisa terbentuk sebagai deposit sendiri atau berasosiasi dengan deposit lain seperti dengan porfiri. Endapan Skarn terdiri dari beberapa macam, yaitu Au, Cu, Fe, Mo, Sn, W, dan Zn-Pb skarn deposits. Pembagian tipe skarn didasarkan pada kenampakan megaskopisnya, seperti komposisi protolith, tipe batuan, dan mineral ekonomis dominannya, serta genesa pembentukannya, seperti mekanisme pergerakn dluida, suhu pembentukan dan pengaruh aktivitas magma lainnya. Selain itu, endapan skarn juga dapat menghasilkan endapan F, C, Ba Pt, U dan REE. Endapan skarn juga ekonomis untuk ditambang sebagai mineral industri, seperti garnet dan wolframite.

Endapan skarn Tembaga (Cu)
Kebanyakan endapan skarn tembaga berhubungan dengan granodiorit Calc-alkaline yang mengubah monzogranite di busur kepulauan pada tepi benua. Intrusi ini merupakan tubuh bijih tembaga yang penting dalam pembentukan porfiri tembaga yang terbentuk pada busur tepi benua sisi barat Amerika yang berumur Mesozoikum dan Tersier, dan serupa dengan busur tepi benua Rusia yang berumur Karbon. Sejumlah endapan skarn tembaga juga terbentuk pada busur kepulauan kerak samudera yang berasosiasi dengan diorit kuarsa hingga monzogranit plutonik, seperti pada Tambang Meme, Haiti. 

Porfiri tembaga yang berasosiasi dengan endapan skarn dapat terbentuk dengan dimensi yang sangat besar, hingga 500 juta ton pada tambang terbuka penambangan bijih. Kebanyakan skarn Cu berasosiasi dengan tipe-I, pluton seri magnetit pada lingkungan dangkal yang berbentuk stockwork, tersebar luas, dan secara intensif terjadi alterasi hidrothermal (Meinert, 2005). Skarn tipe ini didominasi oleh garnet andradit, diopside, vesuvianite, wallastonite, actinolite, dan spidote. Hematit dan magnetit kemungkinan terbentuk dan secara lokal membentuk lapisan yang padat. Skarn tembaga dizonakan oleh garnierit padat di dekat pusat plutonik, diikuti peningkatan kandungan clinopiroksin dan vasuvianite dan/atau wollastonite di daerah sekitar kontak dengan marmer. Pirit, kalkopirit dan bornit merupakan sulfida yang paling melimpah, dan terbentuk jauh dari pusat plutonik (Meinert 1992).

Endapan skarn Besi (Fe)
Endapan skarn telah lama menjadi sumber yang penting pada tambang bijih besi dan magnetit di Cornwall, Pennsylvania, yang memasok kebutuhan akan besi selama revolusi industri di Amerika Serikat. Ini adalah tambang tertua di Amerika Utara. Pertambangan dimulai pada tahun 1737 dan pada tahun 1964, 93 juta ton bijih telah diproduksi dengan pasokan rata-rata ke pabrik 39,4% Fe dan 0,29% Cu, dengan hasil sampingan sejumlah kecil kobalt, emas dan perak (Lapham 1968). Konsentrat pirit digunakan untuk menghasilkan asam sulfat, dan sampai tahun 1953, ketika operasi tambang terbuka dihentikan, overburden batugamping dihancurkan dan dijual sebagai agregat. Hasil yang tanggung dari tambang di Cornwall adalah skarn besi yg mengandung kapur dan endapan skarn tersebut berasosiasi dengan intrusives mulai dari gabro hingga diorit ke syenite, sementara skarn besi magnesium biasanya berasosiasi dengan granit atau granodiorites.

Endapan skarn tungsten (W) dan timah (Sn)
Endapan skarn tungsten, vein dan endapan stratiform memasok sebagian besar produksi tahunan tungsten di dunia, dengan dominasi endapan skarn. Endapan skarn tungsten berasal dari endapan yang relatif besar, antara lain di Pulau Raja, Tasmania; Sangdong, Korea; MacMillan Pass (Yukon), Kanada; dan Pine Creek, California, Amerika Serikat. China adalah produsen utama dunia dan pada tahun 1989 menghasilkan sekitar 18.000 ton. Uni Soviet peringkat berikutnya dengan 7.000 ton.

Meinert (2005) memisahkan skarn Tungsten dari skarn Timah. Skarn tungsten umumnya terdapat pada plunonik calc-alkanine, dan Meinert telah membuat daftar sebanyak 203 endapan jenis ini. Karakteristik plutonik pembentuk endapan skarn tungsten berupa zona kontak berbentuk cincin akibat metamorfisme temperatur tinggi dan kahadiran pegmatit. 

Mineral utama pada timah berupa cassiterite dan stannites, dan mineral utama pada tungsten berupa wolframite dan scheelite, di mana scheelite menjadi begitu dominan pada tahapan akhir dari paragenesa. Terdapat dua varietas dari scheelite, yaitu yang kaya akan kandungan molybdenum (powellite) dan yang miskin akan kandungan molybdenum. Powellite ditemukan proses reduksi pada lingkungan skarn, sedangkan scheelite yang miskin kandungan molybdenum terjadi pada proses oksidasi. Proses reduksi skarn tungsten didominasi oleh hedenbergite-grandite, spessartine dan garnet almandine. Mineral sulfida termasuk pirrhotite, molybdenite, kalkopirit, sphalerite, dan arsenopirit. Mineral retrograde skarn berupa epidote, biotit, dan hornblende. Skarn tungsten yang teroksidasi mengandung lebih banyak andradite ketimbang piroksin.

Skarn timah umumnya terbatas pada granit yang kaya akan silika dan umumnya berasosiasi dengan alterasi tipe greisen dak aktifitas kaya kandungan flourine, yang tidak terdapat pada skarn tipe lain. Perlu dicatat bahwa skarn timah cenderung berkaitan dengan pluton granitik yang terbentuk oleh proses partial melting pada kerak benua. Skarn timah umumnya memiliki asosiasi elemen F-B-Be-Li-W-Mo. Skarn timah dikategorikan dari yang bersifat calcic hingga magnesian, dari yang kaya akan oksida hingga yang kaya akan sulfida. Kwak (1987) menyatakan bahwa skarn yang kaya akan kandungan timah biasanya yang jauh dari pusat plutonik.

Endapan Skarn Talk
Endapan skarns yang mengandung talk dan alterasi karbonat serta batuan metasedimen lainnya memasok sekitar 70% dari produksi talk di dunia. Contoh yang baik dan penting dari endapan ini terdapat di Perancis dan Austria (Moine et al. 1989). Sebuah Tambang terbuka di Trimouns, terletak di ujung timur Pyrenees Perancis pada ketinggian 1.800 m. Produksi Talk lebih dari 300.000 ton dan cadangan minimal 20 juta ton. Bijih-bijih terbentuk di sepanjang batas antara basement batuan metamorf tingkat tinggi dan migmatit dari St Barthélemy Massif dan tertutup oleh batuan hasil sesar naik berupa batuan metamorf yang tingkatannya lebih rendah berumur Ordovisium atas hingga Devon. Bagian bawah dari hanging wall terdapat lensa-lensa dolomit yang menerus dengan ketebalan 5 – 80 meter, juga terdapat sisipan sekis mika pada leucogranit, aplit, pegmatit, dan juga terdapat vein kuarsa. 

Selama proses sesar yang memotong dolomit terjadi, sekis dan batuan lainnya mengalami sirkulasi hidrotermal yang luas yang menghasilkan bijih yang kaya akan talk (80-97% talk) pada dolomites dan bijih yang kaya akan klorit (10-30% talk) pada batuan silikat. Badan bijih utama setebal 10-80 meter dengan kemiringan 40-800. Volume batuan nampaknya tetap konstan selama prose metasomatisme  tersebut. Dari studi tentang kumpulan dan komposisi mineral, Moine et al. (1989) menunjukkan bahwa metasomatisme berlangsung di sekitar 400°C di bawah tekanan dari sekitar 0,1 GPa. Larutan dengan kandungan garam yang tinggi, minim kandungan CO2, namun kandungan Ca dan Mg yang tinggi, memegang peranan penting dalam proses metasomatisme ini, namun sumbernya belum dapat dipastikan.

Endapan Skarn Grafit
Produksi sejumlah kecil grafit berasal dari endapan skarn, misalnya Tambang Skaland Norwegia, jauh di dalam Lingkaran Arktik tepat di sebelah selatan Tromso, di mana lensa skarn yang panjangnya hingga 200 meter dengan 5-6 meter (maksimum 24 m), mengandung 20-30% grafit dan terdapat pada skis mika dikelilingi oleh metagabbro dan granit. Terdapat gangue mineral berupa diopside, hornblende, labradorite, sphene, garnet, scapolite dan wollastonite. Diperkirakan endapan telah dihasilkan dari konsentrasi karbon yang sudah ada dalam sedimen (Bugge 1978) dan ini kemungkinan terjadi akibat proses kalk-silikat hornfelses atau reaksi skarn.

Endapan Skarn Emas (Au)
Dalam 20 tahun terakhir ini terdapat beberapa endapan skarn emas yang telah ditemukan, misalnya Red Dome, Queensland dan Navachab, Namibia. Namun, kenyataannya  mineralisasi emas ini sebagai tipe skarn tidak disadari sejak awal. Pada skarn emas, kandungan emas berkisar 5 hingga 15 gram per ton. Skarn emas lainnya lebih merupakan hasil oksidasi, memiliki kandungan emas yang lebih rendah (1 hingga 5 gram perton), dan mengandung logam lain seperti Cu, Pb dan Zn. Beberapa tipe skarn lainnya, khususnya skarn Cu, mengandung cukup emas (antara 0,01 hingga 1 gram perton) sebagai hasil sampingannya. Sebagian besar endapan skarn emas dengan kandungan tinggi berasosiasi dengan dengan proses reduksi dari pluton diorit-granodiorit kompleks dike atau sill. 

Skarn jenis ini didominasi oleh besi yang kaya akan piroksin; zona yang dekat pusat plutonik dapat mengandung garnet grandit intermediate yang melimpah. Mineral umum lainnya termasuk K-feldspar, scapolite, idocrase, apatite, dan amphibole aluminous dengan kandungan klorit yang tinggi. Daerah yang jauh dari pusat plutonik dan zona yang terbentuk lebih awal mengandung biotit dan K-feldspar hornfles yang dapat meluas hingga ratusan meter. Arsenopirit dan dan pyrrhotite dapat menjadi  mineral sulfida yang dominan. Umumnya emas hadir sebagai elektrum dan berasosiasi kuat dengan bermacam bismuth dan mineral-mineral telluride termasik bismuth, hedleyite, wittichenite dan maldonite (misalnya di Navachab, Namibia).

Sebaran explorasi bawah laut


Skala endapan Sediment Exhalative

Subtipe endapan sediment exhalative atau SEDEX  dibagi menjadi dua. Pembagian ini termasuk yang terbentuk di bawah tapi dekat dasar laut (misalnya endapan tipe Irlandia) dan endapan tipe Broken Hill (BHT). Host rock dari endapan SEDEX tipe Irlandia merupakan batuan karbonat, dan endapan ini, baik secara individual maupun kolektif, dapat menunjukkan karakteristik dari kedua deposisi dasar laut dan fitur epigenetik khas endapan  tipe Lembah Mississippi (MVT). Endapan tipe Irlandia dianggap terbentuk oleh proses pembentukan bijih yang mirip dengan endapan SEDEX, namun, karena lapisan karbonat sangat mudah larut dalam fluida bijih yang agak asam, bijih juga terendapkan dalam sistem hidrotermal karst (misalnya void dissolition, breksi runtuhan). Endapan BHT (Beeson, 1991; Parr dan Plimer, 1993; Walters, 1998) yang ditandai oleh metamorf tingkat tinggi, logam dasar dengan rasio belerang yang tinggi, asosiasi spasial dengan Fe-Si-Mn exhalites oksida, dan vulkanik felsic-mafik bimodal dan batuan host rock sedimen.

Dalam endapan Irish-type, satuan batuan yang dominan adalah batu gamping dan dolomit. Host bagi endapan BHT adalah batuan vulkanik dan urutan sedimen klastik yang biasa bermetamorfosis untuk fasies amphibolitegranulite, seperti di Broken Hill, Australia.

Kebanyakan Endapan SEDEX  juga dikelilingi oleh sedimen hidrotermal yang membentang hingga beberapa kilometer dari zona sulfida. Dalam endapan yang mengandung barit (misalnya, Tom dan Meggen), endapan distal ini biasanya terdiri dari interlayered barit, rijang, karbonat dan host litholigies. Dalam endapan lain, fasies ini diwakili oleh sulfida besi dan / atau satuan rijang interbedded dengan host litholigies.(Mis. Sullivan;. Hamilton et al, 1982). Pada Howards Pass, Yukon, pinggiran distal dari zona bijih mengandung laminasi rijang fosfatik dan serpih piritik (Goodfellow, 2004).
Endapan SEDEX merupakan sumber daya penting untuk Zn dan Pb dan menyumbang lebih dari 50% dan 60% dari cadangan dunia akan unsur-unsur tersebut (Tikkanen, 1986). Bagaimanapun, proporsi utama produksi Zn dan Pb di dunia dari endapan SEDEX, ,secara signifikan lebih rendah (yaitu, 31% dan 25% masing-masing) ketimbang cadangan yang ada.
Kadar logam sangat bervariasi, dengan rata-rata 0,97 wt% Cu; 3,28 wt% Pb; 6,76 wt% Zn dan 63 g/tAg.
Sebagian besar mineralisasi dalam endapan SEDEX berada pada fasies lapisan bijih. Bijih mineral dalam fasies ini dalam banyak kasus berbutir halus dan intergrown, yang mengarah pada recovery rendah selama pemanfaatan bijih. Walaupun rekristalisasi dari endapan sulfida berbutir halus akibat metamorfosis atau proses hidrotermal menghasilkan bijih berbutir kasar dan diperoleh recovery yang lebih tinggi, hasil rata-rata dari endapan SEDEX jauh lebih rendah dibandingkan endapan MVT, BHT dan VMS, jenis lain dari endapan Zn dan Pb (Goodfellow et al, 1993.). Sebagian besar produksi dari endapan SEDEX di Kanada berasal dari endapan kelas dunia, Sullivan, di selatan BC, dan endapan Faro dan Grum di Distrik Anvil, Yukon.

Banyak keterdapatan Pb-Zn ditemukan di Indonesia dan memiliki kemiripan dengan tipe SEDEX. Sebut saja misalnya Tanjung Balit di Riau, Kelapa Kampit di Belitung, Riam Kusik di Kalbar, juga yg masih aktif dieksplorasi - Dairi di Sumut. Salah satu aspek yg mungkin agak susah ditemukan di Indonesia adalah umur cekungan. Endapan-endapan SEDEX di dunia rata-rata memang berumur tua dan puncaknya ada di Proterozoic, tetapi ada juga sedikit yang terdapat di Carboniferous. Umur termuda dari endapan ini yg pernah diketemukan adalah Tertiary (Lan Ping di China) - walau masih jadi perdebatan apakah Lan Ping benar-benar SEDEX. 

Genesa sediment exhalative

Pembentukan internal endapan sedex dikendalikan oleh kedekatan sulfida dasar laut dengan ventilasi discharge fluida. Endapan vent-proximal biasanya terbentuk dari luapan fluida hidrotermal sedangkan endapan vent-distal terbentuk dari fluida yang lebih padat daripada air laut dan trendapkan pada cekungan di dasar laut yang mungkin jauh dari lokasi ventilasi. 

Sedimen hidrotermal distal mungkin mewakili runtuhan yang tersebar oleh arus bawah atau mungkin dari sulfida klastik dari rombakan tumpukan endapan sulfida. Contoh endapan dengan zona vent complex termasuk endapan Sullivan, Tom, Jason dan Rammelsberg. Endapan vent-distal biasanya dikategorikan pada zona lemah, terendapkan dengan baik dan sesuai dengan morfologi cekungan. Tidak ada bukti perombakan ulang pada vein, pengisian maupun penggantian pada lapisan sulfida oleh kumpulan mineral bertemperatur lebih tinggi suhu yang mencirikan endapan vent-proximal. Endapan Sedex terbentuk dari fungsi oksidasi, kandungan H2S yang rendah, geopressure hydrothermal resevoirnya akibat syn-rift clastic (evaporit) yang tertutup oleh sedimen marin berbutir halus. Variasi suhu, salinitas, kandungan logam, dan kondisi redoks untuk sedex dikontrol oleh parameter berikut: thermal regime, tingkat redoks resevoar sedimen, dan kehadiran evaporates. Sumber S bisa saja hasil aktivitas bakteri dalam anoxic water coloumn.

Fasies lapisan baik pada endapan distal dan proximal terdiri dari sulfida, produk hidrotermal lainnya seperti karbonat, rijang, barit dan apatit serta klastik non-hidrotermal, batuan sedimen kimia dan biogenik. Mineral sulfida yang paling dominan pada endapan adalah pirit (misalnya Howards Pass Gambar. 5a), meskipun di beberapa endapan seperti  Sullivan dan Mt. Isa, pirhotit yang dominan. Mineral ekonomi utama adalah spalerit dan galena, meskipun kalkopirit merupakan mineral ekonomis yang penting di beberapa endapan (misalnya, Rammelsberg, Hannak, 1981). Rasio iron sulfida dengan sulfida base metal berkisar dari 1:1 (misalnya, Red Dog, Moore et al., 1986) hingga 5:1 (misalnya Sullivan, Hamilton et al., 1982). Proporsi relatif dari komponen hidrotermal non-sulfida juga bervariasi sama.

Pada saat terbentuk, barite terdapat dalam jumlah besar (lebih dari 25% dari produk hidrotermal) dan terbentuk di sekitar 25% dari endapan Sedex Proterozoikum dan sekitar 75% dari endapan Sedex Fanerozoikum (Goodfellow et al, 1993.). Silika, umumnya sebagai rijang, berada pada bijih stratiform dan bagian dari hasil proses hidrotermal. Bagian tepi tubuh stratiform, mengacu pada fasies distal, biasanya terdiri dari lapisan produk hidrotermal yang tidak memiliki nilai ekonomis karena penurunan dalam proporsi relatif dari sulfida base metal dengan jarak dari pusat discharge hidrotermal (misalnya horizon Sullivan). Fasies distal termasuk laminasi pirit dan pirhotit, mangan, besi dan kalsium karbonat, oksida besi, barit, dan fosfat. Kontak antara lapisan fasies bijih dan fasies sedimen distal pada kebanyakan kasus bergradasi dan ekonomis.

Berbeda dengan kenampakan berlapis-lapis teratur dalam lapisan fasies bijih, vent complex yang heterogen di alam, dan umumnya terdiri dari zona massive, jejak replacement, vein yang tak beraturan dan / atau disseminasi sulfida, karbonat, dan silikat (kebanyakan kuarsa) (misalnya vent complex Tom). Kelompok mineral didominasi oleh pirit, pirhotit, galena, spalerit, ferroan karbonat, dolomit, kuarsa, turmalin, dan sedikit muskovit, klorit, kalkopirit, arsenopirit, dan mineral sulphosalt. Dalam endapan dengan vent complex telah didokumentasikan dengan baik (misalnya Tom, Jason, dan Sullivan), kontak antara stratabound vent complex dan fasies sedimentary hydrothermal yang berdekatan adalah kontak discordant replacement. Proses yang dominan dalam vent complex adalah reaksi dari naiknya fluida hidrotermal dengan hidrotermal dan host sedimen yang menghasilkan penggantian mineral sedimen bertemperatur lebih rendah oleh kumpulan mineral vent yang bertemperatur lebih tinggi (Goodfellow et al, 1993., dan referensi di dalamnya).

Photographs of SEDEX and barite deposits. A. Bedded facies: sphalerite and galena interlaminated with pyrite, hydrothermal carbonate and carbonaceous chert, Howards Pass (XY) deposit, Yukon and NWT; B. Distal hydrothermal sediments: Pyrrhotite and pyrite containing disseminated sphalerite interlaminated with fine-grained turbiditic sedimentary rocks, Concentrator Hill, Sullivan deposit, B.C.; C. Vent Complex: pyrite, sphalerite, galena and ferroan carbonates replacing bedded sulphide facies, Tom Deposit, Selwyn Basin, Yukon; D. Vent Complex: tourmalinized breccia infilled with pyrrhotite, sphalerite and chalcopyrite, Sullivan Deposit, B.C.; E. Sulphide Stringer Zone: Black silicified shale cut by a network of brown sphalerite veins, Red Dog deposit, Alaska; F.Well bedded barren barite deposit, Gataga District, northeastern B.C.
Bagian ekonomis yang utama dari bijih Sedex adalah Zn, Pb, dan Ag, pada spalerit dan galena dalam fasies lapisan bijih. Kadar Pb dan Zn umumnya tertinggi di dekat transisi antara zona vent complex berbutir halus dan lapisan lateral fasies bijih (misalnya Tom dan Sullivan, Goodfellow dan Rhodes, 1990;. Lydon et al, 2000a). Kenaikan kadar base metal dan unsur yang berasosisasi dengan bijih (seperti Hg, As, Sb) disebabkan oleh pencucian unsur-unsur dari vent complex dan subsequent reprecipitation dalam lapisan fasies yang berdekatan dengan vent complex . Dalam beberapa endapan, seperti Rammelsberg di Jerman dan Mount Isa di Australia, Cu merupakan sumber ekonomi yang penting dan terkonsentrasi dalam apa yang telah ditafsirkan sebagai vent facies (Goodfellow et al, 1993.). Pembentukan elemen bijih lainnya termasuk Sn pada endapan Sullivan (Hauser dan Hutchinson, 1983) juga  Au dalam endapan distrik Anvil (Jennings dan Jilson, 1986) dan Sullivan (Conly et al., 2000), meskipun kadar Au dari endapan sedex biasanya rendah (Emsbo, 2000). 

Selain elemen - elemen pembentuk bijih, endapan sedex mengandung sejumlah besar elemen asosiasi bijih yang umumnya meliputi Fe, Mn, P, Ba, Ca, Mg, Hg, Cd, As, Sb, Se, Sn, In, Ga, Bi, Co, Ni dan Tl dalam trace elemennya marcasite, arsenopyrite, bismuthinite, molybdenite, enargite, millerite, freibergite, cobaltite, cassiterite, valleriite and melnikovite. (misalnya Goodfellow, 1984; Goodfellow et al, 1983.; Goodfellow dan Rhodes, 1990).